JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Pemerintah akan menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini untuk mengatasi defisit yang terus-terusan dialami BPJS Kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, naiknya iuran BPJS Kesehatan ini menandakan ada satu masalah yang belum terselesaikan, sehingga efeknya langsung ke masyarakat. “Itu menandakan skema BPJS ini tidak terencana dengan baik dan malah memberatkan masyarakat,” ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/8).
Fadli menyarankan perlu ada evaluasi mendalam mengapa BPJS Kesehatan terus-terusan defisit. Dia pun menyarankan perlu dicarikan solusi terbaik ketimbang menaikan iuran BPJS tersebut. “Harusnya dievaluasi BPJS itu. Apa yang salah, kenapa bisa seperti itu,” tegasnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, perlu ada skema yang lebih baik ke depannya dari program BPJS Kesehatan. Terlebih masyarakat yang kurang mampu harus bisa mendapatkan fasilitas tersebut secara cuma-cuma.
“Ada skema masyarakat mendapatkan kemudahan untuk masyarakat yang kurang mampu. Kalau perlu digratiskan jangan dibebankan pembayaran,” pungkasnya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit anggaran sampai dengan pertengahan tahun ini. Pada 2018 saja, BPJS masih menanggung defisit sebesar Rp9,1 triliun.
Belum lagi defisit yang diperkirakan masih bertambah dari awal tahun ini. Alhasil untuk menutupi defisit itu, pemerintah berencana menaikkan iuran jaminan sosial hingga 100 persen.
Rencana itu diungkapkan pihak pemerintah yang diwakili Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) saat rapat kerja bersama Komisi IX dan XI di Kompleks Parlemen, Selasa (27/8). Setelah sebelumnya menyuntik BPJS Kesehatan puluhan triliun, kali ini pemerintah mengambil opsi lain.
Usulan dari DJSN, kenaikan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) harus naik dari Rp23 ribu per jiwa menjadi Rp42 ribu. Sedangkan untuk kategori Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha dinaikkan menjadi sebesar 5 persen dengan batas upah sebesar Rp 12 juta, dari yang sebelumnya Rp8 juta.
Selanjutnya untuk iuran Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah, akan berlaku tarif iuran sebesar 5 persen dari Take Home Pay dari yang sebelumnya 5 persen dari gaji pokok + tunjangan keluarga. Namun, untuk iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau masyarakat biasa akan mengalami kenaikan hampir 100 persen.
Untuk peserta jaminan sosial kelas 1, iurannya akan naik dari Rp80 ribu menjadi Rp120 ribu per jiwa per bulan. Kemudian untuk kelas II, akan naik dari Rp51 ribu menjadi Rp75 ribu per jiwa per bulan, dan Kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp 42 ribu per jiwa per bulan.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Deslina