Laporan FAJAR RILLAH VESKY, Payakumbuh
Kapten Marsal Basir, pilot pesawat Cessna jenis PA-31 registrasi PK-IWH Piper Navajo yang meninggal di Kalimantan, ternyata berasal dari Sumatera Barat.
Mengantongi lebih dari 20 ribu jam terbang, pilot jebolan Amerika Serikat ini, pernah mengalami kecelakaan serupa pada tahun 1977, hingga diselamatkan warga suku pedalaman. Inilah, sosok Kapten Marsal di mata keluarga.
Langit di Kampung Sipanjang, Jorong Guguak, Nagari Guguak VIII Koto, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, Ahad (26/8) sore, terlihat penuh gumpalan awan hitam. Awan mendung yang siap menurunkan hujan itu, seakan menambah kesedihan Hj Nurhanum (85), perempuan ternama di kampung tersebut.
Sekitar 2011, suaminya, Haji Basir yang bekas anggota Laskar Fisabillah di Kabupaten Limapuluh Kota atau veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, dipanggil menghadap Sang Khalik.
Tidak sampai setahun setelah Basir berpulang atau sekitar Mei 2012, adik bungsu Nurhanum bernama Haji Nurmasni yang merupakan ayah kandung dari Dr Nanda Oetama, bekas Rektor Universitas Taman Siswa Sumbar sekaligus dosen Fakultas Hukum Unand, meninggal pula karena faktor usia.
Setelah kehilangan dua lelaki penting dalam hidupnya, air mata Nurhanum kini kembali tumpah. Lima hari usai merayakan Idul Fitri 1433 Hijriah atau Jumat (24/5) malam lalu, Nurhanum mendapat kabar tidak sedap.
Putra sulungnya, Kapten Marshal Basir yang sudah 40 tahun menjadi pilot, dilaporkan hilang saat mengemudikan pesawat Cessna jenis PA-31 registrasi PK-IWH Piper Navajo milik PT Intan Angkasa Air Service di Kalimantan.
Kapten Marsal Basir lahir di Kabupaten Limapuluh Kota 7 Juli 1948, hilang dalam sebuah penerbangan dari Bandara Temindung Samarinda menuju Bontang Kalimantan Timur.
Penerbangan itu dilakukan untuk keperluan survei perusahaan tambang Elliot Geophysics International. ”Berdoa kita kepada Tuhan, semoga Kapten Marsal dan pesawat yang dikemudikannya dapat ditemukan, ya Nak),’’ ucap Hj Nurhanum. Doa Hj Nurhanum pun terkabul, Ahad (26/8) pukul lima sore waktu Indonesia tengah, pesawat beserta putranya ditemukan tim SAR.
Saat berucap itu, bibir Nurhanum nampak bergetar. Kedua bola matanya meneteskan cairan bening. Nurhanum lebih banyak diam ketimbang bicara.
Untuk menjawab pertanyaan wartawan yang mulai berdatangan ke rumahnya, dia ditemani dua putrinya, Hj Sulasmi Basir (62) dan Hj Novia Erni Basir (50).
Dari kedua putri Hj Nurhanum yang sudah sukses di kampung halaman itulah, wartawan lebih banyak memperoleh kisah hidup Kapten Marsal Basir.
Kisah tersebut kemudian dilengkapi oleh Dr Nanda Oetama yang babako (hubungan saudara dari jalur ayah) kepada Hj Nurhanum: ibu kandung Kapten Marsal Basir.
Pernah Kuliah di UNP
Kapten Marsal Basir lahir 7 Juli 1948. Marsal merupakan sulung dari lima bersaudara, hasil pernikahan eteknya (saudara perempuan ayahnya) Hj Nurhanum dengan Basir. Empat adik-adik Marsal adalah Sulasmi Basir, Elmanati Basir, Iriadi Basir dan Hj Novia Erni Basir.
‘’Kalau ke Kapten Marsal saya panggil Uda Mar. Beliau punya rumah di Pengadegan, kawasan Pancoran, Jakarta. Kalau tiga adik perempuannya, yakni Sulasmi, Elmanati dan Novia, menetap di kampung. Sedangkan adik lelakinya, Iriadi, menetap di Jakarta. Kini, ikut berada di Kalimantan,’’ sebut Nanda Oetama.
Menurut Sulasmi dan Novia, kakaknya Kapten Marshal Basir, melewati masa kecil di kampung. Marshal sekolah di SD Negeri Guguak yang kini menjadi SDN 03 Guguak dan SMP Negeri Danguang-Danguang yang kini SMPN 1 Guguak dan tamat 1963.
Marsal muda melanjutkan pendidikan ke STM Muhammadiyah Padang dan tinggal bersama pamannya Haji Nurmasni yang terakhir menjabat sebagai Kepala Biro Rumah Tangga Unand.
Setamat STM Muhammadiyah tahun 1966, Marsal kuliah di IKIP Padang (kini Universitas Negeri Padang/UNP). Kedua adiknya menyebut Marsal kuliah hanya sekitar 3 tahun di Padang. Ini juga diperkuat oleh Nanda Oetama. ‘’Ya, sekitar dua sampai tiga tahun. Yang jelas, Uda Mar, tidak sempat menyelesaikan kuliah di UNP,’’ kata Nanda.
Saat menimba ilmu di UNP, Marsal diam-diam mengikuti tes Akademi Penerbangan Indonesia (API). ‘’Beliau lulus tes tersebut dan mengikuti pelatihan selama 1,5 tahun di Curug,’’ tutur mereka.
Selama menimba ilmu penerbangan di Curug, otak Marsal Basir ternyata sangat encer. Sehingga membuatnya dikirim ke sebuah sekolah penerbangan di Florida, Amerika Serikat.
‘’Uda Mar pulang dari Amerika tahun 1972. Tidak sampai setahun atau tahun 1973, Uda Mar diterima bekerja di Kantor Bea Cukai Jakarta. Di sanalah, Uda pertama kali membawa pesawat,’’ kata Sulasmi dan Novia.
Beberapa tahun bekerja di Kantor Bea Cukai, Marsal Basir memilih resign atau pindah kerja.
‘’Uda Mar bekerja di Indo Acia, salah satu perusahan penerbangan yang basecamp-nya di Jakarta. Saat itu, beliau lebih sering terbang ke Kalimantan. Tapi sekali-sekali, terbang juga ke Mentawai, Pasirpengaraian dan Pulau Nias,’’ kata Nanda Oetama.
Jatuh di Kalimantan
Waktu terbang ke Mentawai dan mendarat di Bandara Rokot, Kapten Marsal Basir sering mengajak Nanda Oetama. Begitu pula waktu terbang ke Pasirpengaraian di Riau dan Pulau Nias.
“Pada tahun 1983-1985, saya sering diajak terbang Uda Mar. Waktu itu, Indo Acia tempat Uda Mar bekerja, kerja sama dengan Merpati untuk penerbangan perintis,” sebut anggota Police Watch Sumbar ini.
Sewaktu bekerja di Indo Acia, Marsal Basir punya pengalaman nahas. ”Waktu membawa pesawat ke Kalimantan tahun 1977, Uda Mar mengalami kecelakaan,’’ katanya.(rpg)