JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pascatinjauan ulang atau review rumah sakit (RS) yang dilakukan Kementerian Kesehatan diprediksi ada antrean pasien. Sebab, ada RS yang turun kelas.
Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan hal tersebut. Menurutnya rujukan berjenjang yang dilakukan secara online harus diubah lagi. "Risikonya pasti berujung pada pasien," ujarnya, Sabtu (27/7) kepada Jawa Pos (JPG).
Jika tidak diubah maka menurut Timboel akan terjadi penumpukan pasien di tipe rumah sakit tertentu. Antrean tindakan akan semakin lama. Pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan rugi waktu. Selain itu ada risiko penyakitnya akan lebih parah.
Untuk itu perlu dilakukan mitigasi sebelum masa sanggah RS selesai. Sebab nantinya setelah masa sanggah usai dan Kemenkes telah memeriksa kembali, RS yang tidak sesuai pelayanannya akan tetap turun kelas.
Menurut Timboel caranya adalah memasukkan rumah sakit tipe yang sama. Meski jaraknya lebih jauh. "Memang risikonya pasien harus berjalan lebih jauh," ucapnya.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf menjamin tidak ada antrean. Sebab dalam review ini tidak mengubah layanan RS. Sumber daya kesehatan dan fasilitasnya pun sama. "Ini hanya disesuaikan kelas dengan layanannya saja. Bukan mengubah layanan," tuturnya kemarin.
Persebaran tenaga kesehatan di tiap tipe RS tidak sesuai. Misalnya untuk rumah sakit umum tipe B harus memiliki dokter spesialis radiologi. "Apa di RS kelas C tidak ada? Radiologi gigi aja ada di Puskesmas Tarakan Kalimantan Utara sana," ucap Iqbal.
Dia menambahkan, masih ada anomali rujukan di RS Indonesia. Jika di luar negeri, tipe RS A atau sekunder terdapat layanan subspesiali. Namun di Indonesia RS tipe B juga ada layanan subspesialis. Hal ini menurut Iqbal mengakibatkan RS tipe A dan B lebih sedikit daripada C dan D. "Di Indonesia (layanan kesehatan, red) masih numpuk di kelas B semua," ujarnya.
Iqbal meyakinkan bahwa review kelas rumah sakit ini merupakan langkah baik bagi RS dan pasien. Sebab klaim yang diberikan sesuai dengan layanannya. Hal ini sekaligus langkah penataan RS di sebuah wilayah. "Makanya perlu diatur distribusi RS. Jangan ngumpul di kota besar. Tugas mengatur distribusi dan lokasi itu di dinkes," kata Iqbal.(lyn/jpg)
Editor: Eko Faizin