JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kemendikbud meminta Kemenristekdikti mengkaji ulang kuota pendaftaran jalur SNMPTN (seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri), agar disesuaikan dengan kebijakan PPDB sistem zonasi. Kebijakan kuota berdasar akreditasi SMA dinilai membatasi siswa masuk perguruan tinggi negeri melalui SNMPTN.
Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan, jika kebijakan SNMPTN tidak diubah, maka akan melanggengkan persepsi orangtua siswa bahwa sekolah favorit berpeluang lebih besar masuk ke PTN. Tak ayal, masih banyak orangtua siswa yang masih getol menginginkan anaknya masuk ke SMA favorit.
Staf Khusus Mendikbud bidang Manajemen Hamid Muhammad menuturkan, kebijakan SNMPTN harus diubah menyesuaikan PPDB zonasi. Tujuan pendekatan zonasi adalah pemerataan kualitas pendidikan. Memperbaiki peringkat sekolah khususnya SMA yang selama ini timpang.
’’Memang perlu diubah untuk mendukung sistem zonasi. Karena sekolah yang selama ini dianggap unggulan atau favorit tidak akan selamanya demikian. Dengan zonasi, semua sekolah itu unggulan,’’ kata Hamid.
Menristekdikti Mohamad Nasir merespons akan mengevaluasi kuota SNMPTN berdasarkan akreditasi sekolah. ’’Akan kami bahas apakah nanti kuota SNMPTN kami turunkan dan kemudian menaikkan kuota SBMPTN,’’ ucap Nasir.
Ada tiga kategori kuota SNMPTN. Pertama, bagi SMA dengan akreditasi A, jumlah siswa yang memenuhi syarat mendaftar 40 persen yang terbaik. Kedua, untuk SMA akreditasi B memiliki jatah 25 persen siswa terbaiknya boleh mendaftar. Sedangkan, SMA yang terakreditasi C hanya 5 persen.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Ismunandar mengatakan, selama ini pihaknya terus berkoordinasi dengan Muhadjir maupun dengan pejabat Kemendikbud lainnya mengenai SNMPTN. Meski, dia mengakui belum pernah berdiskusi langsung secara tatap muka.
Yang jelas, sistem seleksi PTN menggunakan tes atau nilai masih akan digunakan. ’’Sebab, kemampuan PTN untuk menampung lulusan SMA itu terbatas,’’ kata Ismunandar. Seleksi tersebut tentu melihat potensi akademiknya untuk setidaknya mengukur kemampuan calon mahasiswa mampu menuntaskan kuliah.
Selain itu, untuk menampung calon mahasiswa miskin, Kemenristekdikti membuka jalur bidik misi. ’’Jadi jangan sampai tidak bisa kuliah karena kurang mampu secara ekonomi padahal memiliki kemampuan akademis yang baik,’’ terang guru besar Institut Teknologi Bandung itu.