JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan (KLHK)tengah menyiapkan langkah-langkah untuk meratifikasi amandemen Protokol Montreal atau yang disebut dengan Amandemen Kigali.
Protokoler Montreal merupakan perjanjian internasional dibidang lingkungan hidup yang bertujuan untuk melindungi lapisan ozon. Sebenarnya Protokol Montreal ini telah mengalami beberapa kali amandemen disebabkan adanya penambahan perubahan terkait perlindungan lapisan ozon.
"Indonesia salah satu negara yang telah meratifikasi Protokol Montreal sejak tahun tahun 1992. Pada Meeting of Parties ke 28, seluruh negara pihak protokol Montreal sepakat untuk mengamandemen kembali Protokol Montlear guna memasukkan pengaturan tentang pengurangan konsumsi Hydroflorokarbon (HFC) yaitu bahan pengganti dari HCFC," ujar Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Ruanda Agung Sugardiman saat membuka Workshop on HFC Enabling Activities Dalam Rangka Implementasi Protokol Motreal di Jakarta, Kamis (28/2).
Ruanda mengatakan, pemerintah tengah melakukan langkah-langkah tersebut, seperti persiapan invertarisisasi penggunaan bahan HFC (hydroflucarbon) di Indonesia, persiapan pengaturan tata niaga impor HFC termasuk juga pengaturan lisensi impor dan HS code HFC serta penetapan baseline konsumsi HFC di Indonesia pada tahun 2020-2021 mendatang.
"Jadi saat ini kita masih simulasi dulu nih, menghitung kebutuhan kita sebetulnya dulu seberapa. Kalau meratifikasi itu gampang pengalaman segremen kemaren sebulan kita bisa dengan DPR, pemerintah kementerian mengajikan kepada pak presdien, presiden mengajukan ke DPR bisa diajukan meratifikasi langsung. Yang perlu kita siapkan itu adalah hitungan kita saat ini, agar setelah ratifikasi biar datanya siap betul sesuai kebutuhan," jelasnya.
Dia berharap dalam waktu beberapa tahun kedepan data dan informasi yang pasti sudah bisa dikumpulkan sehingga cepat terealisasi. "Mudah-mudahan dalam wakt dekat kita bisa 2-3 tahun lagi ya sekitar tahun 2023, tahun 2023 paling telatlah itu kita sudah punya data dan informasi," pungkasnya.(rls/fat)