JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) masuk ke babak baru. Bareskrim resmi menetapkan empat petinggi ACT sebagai tersangka kasus penggelapan, Senin (25/7). Mereka didugamenggelapkan uang donasi dengan membuat aturan pemotongan dana sebesar 20 persen hingga 30 persen. Salah satu penggelapan dilakukan dalam donasi Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp34 miliar untuk dana sosial korban pesawat Lion Air JT-610.
Wadir Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipdeksus) Bareskrim Polri Kombespol Helfi Assegaf mengatakan, keempat petinggi ACT yang ditetapkan menjadi tersangka yakni, Ketua Pembina ACT Ahyudin, Ketua Pengurus Yayasan Ibnu Khajar, Anggota Pembinaan Haryana Hermain, dan Anggota Pembinaan N Imam Akbari. "A, IK, H, dan NIA ditetapkan tersangka sore ini (kemarin, red)," terangnya, Senin (25/7).
Mereka ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penggelapan uang donasi. Serta, dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penggelapan itu dilakukan dengan membuat kebijakan berupa surat keputusan bersama (SKB) pemotongan dana. "SKB dibuat bersama empat tersangka,"paparnya.
Pemotongan dana itu dilakukan sebanyak 20 persen hingga 30 persen dari setiap donasi. Salah satu, donasi yang diduga digelapkan adalah BCIF. "ACT mendapat donasi senilai Rp138 miliar dari BCIF,"tuturnya.
Dari donasi Rp138 miliar itu, ternyata Rp34 miliar di antaranya digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Menurutnya, dana dari Boeing itu sebenarnya diperuntukkan bagi keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610. Memang setiap korban mendapatkan Rp2 miliar. "Tapi, masih ada dana ini yang seharusnya digunakan sesuai dengan keinginan dari para keluarga korban,"ujarnya.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menuturkan, Rp34 miliar itu digunakan untuk berbagai aktivitas yang tidak sesuai peruntukannya, seperti pembelian truk, dana talangan untuk dua perusahaan, koperasi syariah, dan pembangunan pesantren di Tasikmalaya. "Ketentuannya tidak boleh untuk itu,"terangnya.(idr/jpg)