DERITA KORBAN GALODO DI SENJA KELABU

Baru Direnovasi, Rumah Lenyap Hitungan Detik

Nasional | Kamis, 26 Juli 2012 - 13:35 WIB

Kenikmatan berbuka puasa berubah petaka. Harta benda lenyap tak berbekas. Suka cita menyambut bulan suci Ramadhan, kini berbalut duka. Ribuan keluarga yang menjadi korban keganasan Batang Kuranji di 19 kelurahan, harus melalui hari-harinya dalam keprihatinan.

Laporan Gusti Ayu Gayatri, Padang

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Elfida tampak lesu di kur­si malas. Matanya nanar, me­natap kosong jauh ke de­pan. Tubuh wanita 33 tahun ini tak lagi terurus. Benar-benar letih. Mimpi indahnya bersa­ma ke­luarga, tercerai-berai di­terjang air bah di senja kela­bu itu. 

Ibu muda ini tampak se­dang menghimpun energi, me­mu­ngut kembali harapan yang ter­serak. Merangkai kem­bali puing-puing mimpi yang ter­sisa bersama suami dan tiga anak­nya.

Elfida, satu dari puluhan ke­luarga di Padang yang harus ke­hilangan tempat tinggal. Ru­mahnya yang baru saja di­re­novasi bertahun-tahun, le­nyap diterjang air bah Banda Cupak da­lam hitungan detik. 

Lokasi rumah Elfida sebe­narnya jauh dari Banda Cupak. Di belakang rumahnya, hanya ada hamparan sawah milik ke­luarganya. Untuk menopang hidup, Elfida juga beternak ayam dan kambing.  Selasa (24/7) pe­tang, semuanya berubah 180 de­rajat. “Saat itu kami sedang ber­buka puasa. Tiba-tiba ter­dengar dentuman keras. Ketika mem­buka pintu, saya lihat jem­batan Kelawi Kotopanjang ambruk,” tutur Elfita kepada Padang Ekspres (Riau Pos Group), siang kemarin.

Begitu menoleh ke kiri, alang­kah kagetnya Elfita. Dia me­lihat air hitam pekat ber­gu­lung-gulung menerjang areal per­­t­anian. Batu-batu sungai ber­uku­ran besar tak luput dise­ret air bah. Bebatuan itu mengarah ke ru­mahnya. “Kami langsung berlari ke kedai yang letaknya lebih tinggi. Di situ kami melihat rumah kami hancur dihantam air bah dan bebatuan,” kenang istri Basri, dengan suara serak.

Basri dan istri tak bisa ber­buat apa-apa. 15 karung padi yang baru saja dipanen, 50 ekor ayam peliharaan dan seekor kam­bing, diseret galodo. “Se­mua harta benda saya di rumah ha­bis. Tak satu pun yang sela­mat, ter­masuk ijazah dan pa­kaian se­kolah,” ucap­nya, sembari me­nyeka air mata.

“Semua sawah saya hancur. Mujur, 11 ekor kambing selamat se­telah saya buka pintu kandang. Wak­tu itu, ketinggian air men­capai 5 meter,” imbuh Basri.

 

Waktu itu, Basri hanya pas­rah dan bertahan di warung mi­lik­nya. Dia dan keluarga ter­ke­pung air hingga jam satu dini hari. “Tim SAR datang menge­va­kuasi warga RT 7 RW 14 Koto­pan­jang sekitar jam satu. Tapi saya tetap memilih bertahan ka­rena bini sedang hamil. Untuk bisa ke seberang, harus dig­otong. Ndak tega melihat bini saya digotong di tengah arus deras itu. Jika salah satu petugas SAR ter­gelincir, istri saya bisa terseret arus,” ucapnya.

“Walau telah kehilangan ru­mah dan harta benda, saya ber­syu­kur pada Allah, kami s­e­ke­luar­ga selamat,” kata Basri yang tam­pak tegar. Akibat ga­lodo, ali­ran Banda Cupak terpecah men­ja­di dua aliran. Areal sawah be­rubah menjadi aliran sungai baru.

Yanti, 35, tetangga Basri, tak ka­lah trauma mengenang “tsu­na­mi darat” di saat berbuka pua­sa itu. “Saya baru meminum teh. Setelah itu, saya mendengar suara gemuruh. Saat membuka pin­­tu, saya lihat air besar meng­han­tam rumah kami. Saya dan anak-anak langsung berlari mencari tempat tinggi,” katanya. Ma­lam itu, warga yang rumah­nya tidak dihondoh air bah, membagi makanan pada warga yang rumahnya hancur.

Lain lagi derita Andri, 20, ma­­hasiswa Akademi Kepe­ra­wa­tan (Akper) Aisyiyah Gu­nungpa­ngilun, Nanggalo. Ia sempat ditolak mengikuti ujian mikro bio­logi dan parasit di kampus ka­rena tak membawa peralatan ujian. Setelah dijelaskan bahwa dia korban banjir Batang Kuranji di RT 03/RW 1 Kelurahan Ta­bing Banda Gadang kepada sang dosen, barulah dia dibolehkan me­ngikuti ujian. 

Usai ujian, dia bersama lima orang temannya kembali mem­ber­sihkan kosnya. Hatinya ber­tam­bah kacau, ketika menya­k­si­kan semua peralatan dalam ru­mahnya tidak ada yang bisa di­manfaatkan. Tak ada tersisa, pa­kaian, laptop, tempat tidur mereka berlumur lumpur. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook