Gus Nabil: Melawan Radikalisme dan Terorisme Harus dengan Soft Power

Nasional | Senin, 25 November 2019 - 16:15 WIB

Gus Nabil: Melawan Radikalisme dan Terorisme Harus dengan Soft Power
Gus Nabil dalam acara diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema "Paham Kebangsaan Dalam Mencegah Terorisme" di Media Center Parlemen Senayan Jakarta, Senin (25/11). (foto: yusnir/riaupos.co)

BAGIKAN



BACA JUGA


JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Politisi PDI Perjuangan, Gus Nabil menyebut perlu adanya perombakan dan skema kerjasama di antara kementerian lembaga dan badan-badan yang ada di Indonesia. Hal ini untuk mengatasi penyebaran paham radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.

"Kita punya Densus 88, punya BNPT, punya BPIP, punya BIN, punya Kemenhan, punya Kemenag dan banyak lagi, ini skemanya seperti apa selama ini, kok terorisme bisa tumbuh dengan subur," kata Gus Nabil dalam acara diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema "Paham Kebangsaan Dalam Mencegah Terorisme" di Media Center Parlemen Senayan Jakarta, Senin (25/11).

Kata dia, pemerintah harus serius dalam menangani persoalan yang bisa mengancam keutuhan negara. Dimana isu terorisme ini ada tiga persimpangan, pertama di dalam negeri (domestik), kemudian regional dan yang terakhir adalah internasional.

"Saya pikir pemerintah harus serius dan seriusnya pemerintah tidak cukup hanya melarang orang berjilbab atau bercadar, melarang orang untuk bercelana cingkrang, tidak hanya di situ, banyak sekali," tuturnya.

Saat ini, lanjut Nabil fenomena-fenomena radikalisme-terorisme ini juga muncul di banyak tempat .Bahkan yang mengerikan sekali katanya, pemahaman ini sudah masuk ke sendi-sendi masyakarat seperti salah satu toko roti yang tidak memperbolehkan menuliskan ucapan selamat hari  natal pada kue tersebut karena kue yang ditulis ucapan tersebut dianggap kue yang haram.

"Ini kan ngeri sekali. Ini yang mensertifikasi siapa, MUI dan Bahayanya MUI disini. Bubarkan saja kalau menurut saya MUI,"

Menurutnya, selama ini ideologi radikalisme, terorisme ini banyak dilawan dengan kekuasaan dan kekerasan. "Saya pikir pemerintah tidak bisa begitu, ideologi yang dilawan dengan ideologi," tegasnya.

Ia menyarankan, melawan radikalisme dan terorisme harus dengan Soft power bukan dengan hard power, Karena dengan Hak Power justru akan membuat mereka semakin solid dan semakin militan dan ini semakin bahaya.

 


 

"Contoh kemarin melarang orang berjilbab dan celana cingkrang itu, itu salah satu bentuk hard power menurut saya. Jadi ini yang ditunjuk sebaga pembantu-pembantu presiden itu harus lebih cerdas dalam mengambil langkah-langkah," tukasnya.

 

 

 
Sumber: Yusnir
Laporan: Jawapos.com









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook