NURHAYYU WAHYUNI, MAHASISWI LUMPUH YANG LULUS CUMLAUDE

Digendong Bapak sejak Sekolah sampai Wisuda

Nasional | Senin, 25 November 2013 - 10:29 WIB

Laporan FAJAR R VESK, Payakumbuh

Terjatuh saat berusia 18 bulan, membuat Nurhayyu Wahyuni mengalami kelumpuhan. Tapi anak guru itu tidak mengeluh.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Ia tetap bermimpi bisa menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal, seperti teman-temannya yang memiliki fisik sempurna.

Berkat semangat, kegigihan orang tua, dan lingkungan tak diskriminatif. Ia berhasil menyandang gelar Ahli Madya (Amd) D3 Teknik Komputer. Ia kini punya obsesi membangun perpustakaan digital.

Sorak-sorai yang terdengar begitu menggelegar pada acara wisuda Sekolah Tinggi Teknologi Payakumbuh (STT-Payakumbuh) di Gedung Serbaguna Profesor Muhammad Yamin, Kubugadang, Sabtu (23/11) siang, mendadak hilang seperti ditelan bumi.

Ratusan orang yang memadati gedung itu seakan terpaku, saat master of ceremony memanggil wisudawati bernama Nurhayyu Wahyuni atau Yuni (23), agar naik ke atas pentas, mengikuti prosesi pemindahan jambul toga yang bertengger di atas kepalanya.

Para undangan yang merupakan keluarga wisudawan dan wisudawati STT-Payakumbuh dari berbagai daerah di Sumatera Barat, seperti tidak bisa berucap apa-apa, melihat Yuni naik ke atas pentas, dengan digendong oleh ayah kandungnya, Zulkifli (56).

Suasana semakin hening, manakala Kepala LPMM STT-Payakumbuh Ranti Irsa, menyebut Yuni adalah mahasiswi Program Studi Teknik Komputer STT-Payakumbuh. Yuni memperoleh prediket kelulusan dengan pujian (cumlaude).

”Yuni menyelesaikan tugas akhir berjudul Perancangan Sistem Informasi Perpustakaan Daerah Payakumbuh, Menggunakan Bahasa Pemograman Visual Basic,” kata Ranti Irsa di hadapan Ketua STT-Payakumbuh Erizal Azhar dan Wakil Wali Kota Suwandel Muchtar.

Setelah jambul toga dipindahkan Erizal Azhar ke bagian kanan, sebagai pertanda Yuni telah layak menyandang gelar Ahli Madya Program Studi Teknik Komputer, barulah para undangan yang tadinya duduk termangu, memberikan tepuk-tangan meriah.

”Hebat, anak ini. Salut saya dengan semangatnya dan kegigihan orang tuanya,”  kata Suwandel Muchtar kepada Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi Payakumbuh (YPTP) Kartini yang berdiri di samping Ketua Badan Pembina YPTP Murni Anwar.

Setelah prosesi pemindahan jambul toga, Yuni kembali dibopong ayahnya Zulkifli menuruni pentas menuju tempat duduk. Ditemani sang ibu, Masni (55), Yuni bergabung dengan 92 mahasiswa dan mahasiswa STT-Payakumbuh yang diwisuda hari itu.

Menurut  Zulkifli dan Masni, Yuni lahir di Piladang, Kabupaten Limapuluh Kota, 27 Oktober 1990.

Seperti kakaknya, Novia Herlin (26) yang baru saja menamatkan pendidikan di Akademi Kebidanan, Yuni lahir dengan kondisi fisik normal. ”Saat lahir, tidak ada keanehan,” tutur suami-istri yang sama-sama berprofesi sebagai guru itu.

Petaka baru datang, saat Yuni berusia 18 bulan. Waktu itu, Yuni yang sedang lincah-lincahnya, menaiki kursi tanpa sepengetahuan Zulkifli dan Masni.

Entah bagaimana ceritanya, Yuni tiba-tiba saja sudah terjatuh ke atas lantai. Ia menangis sejadi-jadinya. Rewel selama berhari-hari. Membuat Zulkifli dan Masni, menjadi teramat gusar.

Pasangan yang tinggal di Jalan Utama Nomor 12, Jorong Kotosibawuak, Nagari Tanjuangalam, Kecamatan Tanjuangbaru, Kabupaten Tanahdatar (sekitar 20 kilometer dari Kota Payakumbuh) itu, membawa Yuni berobat ke sejumlah ahli pijat tradisional. Tapi sampai berusia 5 tahun, Yuni tetap saja tidak bisa berjalan.(rpg/ade)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook