TAK ada penumpang yang mengira bus NPM bakal celaka. Dalam benak mereka, sebentar lagi bertemu keluarga dan sanak famili di kampung halaman, setelah lama tak bersua. Tragisnya, kerinduan yang membuncah ternyata harus berlabuh ke rumah sakit.
Jarum jam menunjukkan pukul 21.00. Sebagian penumpang sudah terlelap. Hanya ada beberapa orang yang terdengar masih berbincang dan bergurau dengan teman sebangkunya. Maklum, jalan lintas Sumatera yang lurus itu, membuat bus NPM bernomor polisi BA 7597 BU itu melaju mulus.
Sesekali bodi bus terasa miring ketika mendahului kendaraan di depan. Sekalipun begitu, laju bus bermesin Mercedes Benz itu tetap stabil.
”Bus waktu itu berpacu dan saling mendahului dengan bus Pahala Kencana. Setiba di lokasi kejadian, bus yang kami tumpangi memotong bus Pahala Kencana.
Ternyata di depan ada sepeda motor. Pak sopir langsung banting setir ke kanan, tapi malang bus tetap menabrak motor, lalu ke luar dari badan jalan,” kenang Eka Wanda Putra, 18, salah seorang penumpang bus NPM yang kecelakaan di KM 215 simpang Abaisiat, Kecamatan Kotobaru, Dharmasraya, Kamis malam (23/8).
Pemuda asal Kampungdalam, Padangpariaman ini, sedang dirawat di RSUP M Djamil Padang untuk pengobatan luka-lukanya. Dia memutuskan mudik pada hari ketiga Lebaran setelah dua tahun tidak pulang kampung.
Pria yang sehari-hari berjualan sepatu ini, berangkat dari Bandung Rabu siang (22/8) sekitar pukul 12.00 WIB, bersama kakaknya Sukirman, dan temannya Riki.
Bus nahas itu memiliki bangku hingga nomor 44. Dia bersama kakak dan temannya tersebut duduk di bangku nomor 41-43. Sepengetahuannya, bus itu dikemudikan oleh dua sopir secara bergantian, dibantu oleh satu orang kernet. “Sejak dari Bandung ada tiga kali ganti sopir. Terakhir kali sopir berganti di Linggau (Sumatera Selatan),” jelasnya.
Sebelum berpacu dengan bus lain, cerita Eka, laju mobil memang kencang, tapi tenang dan terkendali. Namun sejak dari Sungairumbai (perbatasan Sumbar-Jambi), bus mulai saling mendahului dan berpacu dengan bus Pahala Kencana. Walaupun begitu, dia tidak mendengar ada penumpang yang komplain.
”Saat kejadian, saya sedang duduk dan tidak ada kegiatan lainnya. Sedangkan kakak saya (Sukirman, red) sedang ngobrol dengan Riki,” papar Eka yang mengalami luka ringan di beberapa bagian tubuhnya, dan dadanya terasa sesak.
Ketika itu, bus NPM berusaha memotong bus Pahala Kencana di depannya. Tanpa diduga, tiba-tiba muncul sepeda motor dari arah berlawanan. “Barulah semua penumpang terperanjat. Mereka menjerit dan mengucapkan takbir Allahu Akbar. Terdengar bunyi benturan keras saat mobil menabrak motor. Sopir bus banting setir ke kanan dan menyeret motor yang telah masuk ke kolong bus. Suasana pun hening. Lalu terdengar suara rintihan penumpang,” kenang pria hitam manis itu.
Eka yang duduk di bangku paling belakang, terlempar ke tengah. Kaki, dada dan perutnya terimpit bangku bus. Dia mengangkat bangku itu, lalu keluar dari dalam bus. Setelah yakin tidak ada ledakan, dia kembali masuk ke dalam bus mencari kakaknya. Ternyata, dia melihat kakaknya sudah terhempas sampai ke bangku sopir.
”Dia (Sukirman, red) bertumpuk-tumpuk dengan penumpang lainnya di bagian depan mobil. Saat saya temukan, posisinya tertelungkup diimpit bangku dan penumpang lainnya,” kenangnya.
Kondisi Sukirman cukup parah. Selama di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP M Djamil, dia terus mengerang kesakitan. Dia belum bisa diajak berkomunikasi.
Jika Eka berencana hendak pulang kampung, lain lagi dengan Karjo Jamiri, 45. Pria yang sehari-hari bertugas di BKKBN Sumbar ini, baru saja mudik dari kampungnya di Kuningan, Jawa Barat. Istrinya yang merupakan warga Sijunjung, ikut berlebaran di kampung halamannya.
Warga Mega Permai 1 Kototangah, Padang ini pulang bersama dua anaknya menaiki bus NPM pergi dan pulang (PP). Ketika bus nahas itu mengalami kecelakaan dia sedang tidur. Karjo baru tahu kejadian itu ketika bus telah terjun dari badan jalan.
Karjo dan seorang anaknya harus menjalani perawatan di RSUP M Djamil, sedangkan seorang anaknya sudah diperbolehkan pulang karena hanya mengalami luka ringan. Dia masih sulit diajak berkomunikasi. Dadanya sesak, kakinya sudah dijahit, begitu juga luka di telapak kakinya yang robek akibat terkena pecahan kaca.
Satu orang anaknya, Vilka Hendra Pratama, 17, juga dirawat di RSUP M Djamil Padang. Kondisinya cukup parah. Dagu dan telinganya robek, wajahnya membengkak dan lebam. Darah masih mengalir dari luka-lukanya tersebut. Setiap kali disentuh, dia meringis kesakitan.
Jusnimar, 60, orangtua Zulfiandri, 30, korban lainnya asal Cupak Solok, mengaku tak merasakan firasat apa pun putranya bakal celaka. “Sejak dua bulan lalu dia pergi ke Purwakarta mengikuti kakaknya. Saat ditanya kapan pulang, Zul—panggilan Zulfiandri—hanya menjawab kalau saya sudah sampai di rumah, maka saat itu saya sudah pulang,” kenang Jusnimar ketika ditemui di ruang bangsal bedah RSUD Sungaidareh, Dharmasraya.
Saat kecelakaan, menurut Jusnimar, Zul tidak sadarkan diri. Berdasarkan keterangan pihak rumah sakit, korban mengalami pendarahan di kepala. Wajahnya masih penuh bercak-bercak darah, sedangkan di tangannya terlilit selang infus. “Saya hanya ingin anak saya sembuh, tidak seperti ini. Dia tidak lagi mengenali suara saya, entah apa yang diderita,” ucap Jusnimar sambil menangis.
Tapi, Tuhan berkehendak lain. Kerinduan Jusnimar bertemu dengan putranya Zulfiandri pada Lebaran tahun ini, ternyata rindu tak sampai. Pada pukul 22.05 tadi malam, Zulfiandri menghembuskan napas terakhir setelah dirujuk ke RSUP Dr M Djamil Padang.
Pejabat Pemberi Informasi RSUP M Djamil Gustavianov mengatakan, ada delapan korban kecelakaan bus NPM di Dharmasraya yang mendapat pertolongan di RSUP M Djamil. Mereka adalah Agus Salim, 28, Rina Elvida, 30, Sukirman, 21. Kemudian, Utayuddin, 21, Vilka Hendra Pratama, 17, Wak Ano, 50, Karjo, 45, dan Eka Wanda Putra, 18.
“Dari delapan korban tersebut, Wak Ano dan Vilka mengalami luka paling parah. Wak Ano menderita patah di kedua kaki dan tangan kanan, sementara Vilka menderita luka di dagunya,” jelasnya. (rpg)