Begini Perbedaan Cara Pemilihan Rektor di Kemenag dan Kemendikti

Nasional | Senin, 25 Maret 2019 - 00:02 WIB

Begini Perbedaan Cara Pemilihan Rektor di Kemenag dan Kemendikti
Menristek Dikti, M Nasir.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Agama dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) sama-sama memiliki perguruan tinggi. Karenanya, kedua lembaga tersebut masih mempunyai campur tangan dalam pemilihan rektor.

Untuk proses penentuan, keduanya memiliki aturan sendiri. Kemenag, dalam memilih rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) mengacu kepada PMA 68/2015 yang memberikan kewenangan kepada senat untuk memberikan penilaian secara kualitatif kepada calon.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Penilaian itu antara lain hanya mencakup integritas, kompetensi akademik, pengalaman dan kemampuan manajerial, leadership dan kerjasama calon rektor atau ketua.

“Penilaian Senat menjadi salah satu dasar dan pertimbangan komisi seleksi (komsel). Jadi sangat penting dalam proses seleksi dimaksud," ujar Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, Minggu (24/3/2019).

Hasil penilaian kualitatif dari senat, dikirim ke Kemenag untuk dilakukan seleksi oleh Komsel yang dibentuk oleh Menteri Agama. Komsel bertugas melakukan fit and propert test atas nama-nama yang dicalonkan oleh Senat.

Selanjutnya, Komsel bekerja untuk menghasilkan tiga nama terbaik, lalu diserahkan kepada Menag untuk dipilih salah satunya. Tiga nama yang diserahkan itu adalah orang-orang yang oleh Komsel dinilai layak menjadi Rektor atau Ketua, sehingga Menag bisa memilih salah satunya.

“Komsel seleksi diisi oleh orang-orang yang mempunyai integritas dan tidak bisa diintervensi. Menag atau siapapun tidak bisa mengintervensi tim komisi seleksi. Anggotanya ada tujuh orang guru besar,” tuturnya.

Artinya, penunjukkan rektor di PTKIN sepenuhnya wewenang Menag. Hal itu tak jarang menjadi polemik. Bahkan, sejumlah pihak menilai aturan tersebut menjadi salah satu faktor terjadinya jual beli jabatan.

Jika dibandingkan dengan Kemenristekdikti, suara senat akademik dan menteri terbagi sebesar 35:65 persen. Sementara calon rektor, diusulkan oleh senat akademik untuk selanjutnya dilakukan profiling oleh Kementerian.

“Pemilihan rektor khususnya di kemenristekdikti semua diserahkan kepada senat akademik yang melakukan proses pemilihan, menjaring menjadi tiga yang terbaik,” kata Menristekdikti Mohamad Nasir saat ditemui di kantornya, Jumat (22/3/2019).

“Dari tiga diprofiling di Kementerian, baru diadakan pemungutan suara senat akademik dengan menteri. Di mana menteri memiliki hak suara 35 persen,” tambahnya.

Artinya dengan demikian, Nasir meyakini kombinasi pembagian hak suara antara dirinya dengan senat akademik adil dan tidak akan memberatkan pihak manapun. Dia menjamin Kemenristekdikti mengawasi dengan ketat proses Pilrek di kampus.(*)

Sumber: Jawapos.com
Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook