PADANG (RP) - DPRD Sumbar membuka pintu bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut temuan keganjilan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Sumbar 2012.
Langkah ini ditujukan untuk men-clear-kan persoalan tersebut kepada semua kalangan.
”Kalau memang menurut KPK ada keganjilan, atau indikasi kerugian negara, silakan saja buktikan. Yang saya tahu, tidak ada yang namanya dana aspirasi itu,” ujar Ketua DPRD Sumbar, Yultekni.
Sebelumnya, KPK menyebutkan bahwa lambannya pembahasan KUA-PPAS akibat kenaikan belanja sebesar Rp383 miliar di luar mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).
Bahkan, terdapat anggaran dana aspirasi DPRD sebesar Rp167,78 miliar (46,36 persen) dari belanja modal pada Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang Pemukiman (Prasjal Tarkim) Sumbar.
Padahal penggunaan anggaran itu bukanlah kewenangan provinsi, tapi Pemko dan Pemkab. Usulan program tersebut juga tidak dilengkapi dokumen perencanaan dan belum ada kejelasan status tanah, serta belum ada koordinasi dengan pemkab atau Pemko.
Namun demikian, kata Yulteknil, saat anggota DPRD menemui konstituennya atau melaksanakan reses di beberapa daerah, pihaknya memanga membawa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Hal itu pun dilakukan anggota DPRD, tambah Yulteknil, untuk menjembatani aspirasi masyarakat pada pemerintah, baik program pembangunan maupun permintaan masyarakat bidang pertanian. ”Mengumpulkan seluruh laporan masyarakat terkait kekurangan di daerah mereka,” kata politisi Demokrat itu.
Meskipun ada upaya menindaklanjuti permintaan masyarakat di kabupaten dan kota, tapi menurutnya, kadangkala terkendala lambannya pemerintah daerah menindaklanjuti.
Dia mencontohkan program pembangunan salah satu jembatan di Kota Padang sampai kini belum bisa dilaksanakan, karena kota tidak siap dengan dana pembebasan lahan. Akibatnya, keinginan masyarakat mendapatkan jembatan tak terlaksana.
Soal molornya pembahasan APBD Perubahan 2012 akibat pembahasan dana aspirasi dewan, menurut Yulteknil, tidak menjadi soal. Sebab, tidak banyak program pembangunan dihentikan.
Pasalnya, lanjut Yulteknil, evaluasi APBD perubahan mengacu APBD induk.
”Dalam menjalankan program yang bertanggung jawab penuh adalah instansi terkait. Jadi, kalau muncul persoalan atau muncul kerugian negara, tentu menjadi tanggung jawab instansi itu sendiri,” kata Yulteknil.
Dia pun mendukung langkah KPK melakukan penyelidikan, jika menemukan indikasi kerugian negara di SKPD.
Hal itu sangat positif supaya ke depannya instansi pemerintah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota lebih serius menjalankan program mereka sesuai batas waktu yang ditetapkan.(kid/eca)