JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Penanganan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan terus saja menemui jalan buntu. Meski sudah berganti periode kepemimpinan, pengamat pesimistis akan ada gebrakan dalam penyelesaian kasus tersebut.
Hal itu disampaikan dalam paparan catatan tahunan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Mengingat tidak dipenuhinya komitmen pemerintah dalam menangani kasus-kasus penting dan berkaitan dengan pelanggaran HAM di periode sebelumnya, peneliti PSHK juga menyatakan kemungkinan kecil ada tindakan nyata di periode yang baru.
“Catatan kami bahwa tidak terealisasinya komitmen pemerintah dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Contohnya dalam kasus Novel,” jelas Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi. Pemerintah hanya fokus pada penyelesaian pelanggaran yang dianggap mengancam posisi penguasa saja.
Khususnya untuk kasus Novel, Fajri menyatakan sebenarnya sudah cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk mengungkap. Hanya tergantung pada kemauan pemerintah saja, ingin mengungkap atau tidak. "Karena sebenarnya, muaranya ada di Presiden untuk pengungkapan kasus ini," lanjut Fajri.
Melihat perubahan yang terjadi dalam UU KPK dan keraguan masyarakat akan upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah, Fajri pun mengaku pesimistis bisa segera diselesaikan tahun 2020 mendatang. "Kasus Novel belum akan terungkap sepanjang tidak ada tindak lanjut yang terukur," tegasnya. Ukuran yang dimaksud adalah pengungkapan hasil penyidikan tim pencari fakta kepada publik. Selama tidak ada publikasi, kasus itu belum selesai.
Sementara Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Argo Yuwono menjelaskan, memang akan ada penjelasan soal kasus Novel di tahun ini. Diharapkan tidak sampai pergantian tahun. "Bagaimana perkembangannya semua akan dipaparkan," urainya.
Namun begitu, memang memerlukan waktu. Dalam sebuah penanganan kasus itu untuk memeriksa orang saja perlu waktu cukup lama. "Yang pasti, Polri serius dalam menangani kasus ini," tuturnya.
Sedangkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan bahwa pihaknya pesimis bila perkembangan kasus tersebut sudah sampai ke pelaku. Sebab, selama ini ada berbagai petunjuk yang terus saja berulang. "Dari permintaan tim pakar untuk melakukan kajian jejak digital alat komunikasi. Ada pula soal dua orang yang nongkrong di masjid," paparnya.
Informasi-informasi itu hanya diulang-ulang, namun sayangnya tidak dikembangkan atau didalami. Dia mengatakan, bila memang Polri serius tentunya dalam pemaparan nanti akan mendalami dua informasi itu.
"Bukan mengulang-ulang informasi yang dangkal," terangnya.
Kasus ini bagi Polri merupakan pertaruhan. Bila bisa mengungkap kasus ini Polri akan semakin dipercaya dan bila tidak akan menggerus kepercayaan publik. "Saya berharap Polri mampu untuk memenuhi ekspektasi publik," ujarnya.(idr/deb/jpg)