PADANG (RIAUPOS.CO) - Pin antisogok yang tersemat di dada aparat Pemko Padang, tak lebih
sekadar aksesoris. Sejak zona integritas dideklarasikan tahun lalu,
praktik pungutan liar (pungli) di sejumlah kantor kelurahan, tetap
belangsung hingga kini.
Seperti di Kantor Lurah Pampangan Nan XX, Kecamatan Lubukbegalung.
Hanya untuk mendapatkan surat miskin, warga harus merogoh kocek cukup
dalam. Praktik suap kelas teri itu, masih ditemui di Kantor Lurah yang
terletak di Kompleks Perumahan Pelana Indah ini.
Pemandangan Kantor Lurah itu terlihat kusam. Ruangan staf tampak
semrawut karena letak meja yang kurang teratur. Sampah berserakan di
lantai. Mobiler yang tidak terpakai, menumpuk di sudut ruangan staf.
Sesekali, merebak aroma tak sedap dari WC yang pintunya tidak dapat
ditutup karena rusak.
Saat itu, terlihat beberapa warga mengurus surat-menyurat di meja
staf. Rini, 32, misalnya. Pagi itu mengurus surat miskin untuk
keperluan sekolah anaknya.
Ibu muda ini dengan sabar menunggu suratnya dibuatkan petugas.
Setelah urusan selesai, ia memberikan uang terima kasih kepada staf.
Ayudiah, 25, warga lainnya, tak kuasa menutupi rasa kesalnya dengan
pelayanan kelurahan. Selain urusan berbelit, staf kelurahan sering
meminta pungutan.
”Masa mengurus surat miskin saja bayar Rp 25 ribu. Ketika ibu saya
tanya itu uang untuk apa, staf menjawab perintah Pak Lurah,” ujar
Ayudiah.
Lurah Pampangan Ikrar Prakarsa ketika dikonfirmasi
mengatakan, kondisi kantor yang berantakan karena semua petugas
kelurahan laki-laki. ”Makanya, tidak ada yang bisa membereskan ini
semua. Jadi wajar saja kalau keadaan kelurahan berantakan,” tuturnya.
Tentang pungutan surat miskin Rp 25 ribu, dia menyangkalnya. “Saya rasa itu hanya pengaduan warga yang kurang senang dengan saya. Mungkin ada suratnya yang belum diselesaikan, makanya mengadu seperti itu. Mungkin yang dimaksud warga adalah surat keterangan usaha, memang itu kami pungut Rp 25 ribu karena itu sudah kesepakatan,” ujar lulusan STPDN ini. (cr6/rpg)