JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Target ekonomi jangka panjang yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai terlalu ambisius. Dalam pidatonya, Jokowi menargetkan PDB pada 2045 bisa mencapai USD 7 triliun. Jokowi juga mematok target Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan Rp 27 juta per kapita per bulan. Hal itu disebut sebagai cita-cita satu abad kemerdekaan pada 2045.
Ekonom Indef Abra P.G. Talattov menilai, target itu terlalu jauh. Memang, optimisme Jokowi disampaikan seiring dengan momen satu abad kemerdekaan pada 2045 mendatang. Namun, dia berharap pemerintah sebaiknya juga berfokus pada pembenahan jangka pendek menengah.
“Target jangka panjang itu tecermin dari pencapaian lima tahun ke depan. Itu terlalu ambisius,” ujarnya kepada Jawa Pos Senin (21/10).
Menurut Abra, lebih baik Jokowi berfokus pada pekerjaan rumah yang harus dibereskan di jilid II. Jika pemerintah ingin menjadi negara maju, pertumbuhan ekonomi yang dicapai minimal harus 8 persen per tahun.
Apabila pada 2045 nanti Indonesia ditargetkan menjadi negara maju, pemerintah harus memasang target pertumbuhan 7–8 persen lima tahun ke depan. Beberapa kebijakan yang akan ditempuh tahun depan malah kontradiktif dengan cita-cita itu. Beberapa di antaranya adalah kenaikan iuran BPJS dan pencabutan subsidi listrik.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan, kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ke depan diyakini lebih berat. Mulai risiko resesi yang dihadapi negara-negara di dunia hingga dampak perang dagang AS-Tiongkok yang terus membayangi kondisi ekonomi dalam negeri.
Menurut Bhima, pada jangka pendek, PR utama pemerintah ada pada stabilitas makroekonomi. Mulai inflasi yang terjaga, daya beli masyarakat harus ditingkatkan, hingga stabilitas politik.
“Orang nggak akan mau belanja kalau politiknya nggak stabil, lalu bagaimana agar pertumbuhan ekonomi bisa terjaga jangan sampai merosot di bawah 5 persen? Memang, kalau di atas 5 persen agak susah, tapi jangan sampai merosot,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah diminta tidak melakukan bongkar pasar posisi menteri ESDM. Hal tersebut guna memberikan kepastian investasi eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Direktur Riset Indef Berly Martawardaya mengatakan, investasi di industri hulu migas merupakan program jangka panjang hingga 30 tahun ke depan.
“Sehingga, dibutuhkan kepastian regulasi yang ditetapkan pemerintah. Jangan ada (penggantian, Red) 5 menteri ESDM dalam 5 tahun,” katanya, Senin.
Selama Kabinet Kerja I periode 2014–2019, tercatat sudah ada 4 kali pergantian menteri ESDM.
MIMPI SATU ABAD INDONESIA MERDEKA
PDB USD 7 triliun
Pendapatan per kapita Rp 320 juta
Ranking dunia 5
Angka kemiskinan 0 persen
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal