JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Baru saja dilantik sebagai Wakil Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah 17 Februari lalu, vokalis Ungu, Pasha Ungu atau yang bernama asli Sigit Purnomo Said langsung berulah. Selain marah-marah saat upacara pertama dengan jajaran pegawainya, Pasha juga diketahui secara kasar menolak diwawancara wartawan.
Sikap menolak diwawancarai disayangkan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP). Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono menyatakan, sebagai pejabat publik, kepala daerah baik itu gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, wali kota dan wakilnya, atau bahkan sampai camat dan kepala desa, tidak boleh menolak untuk diwawancarai oleh wartawan.
"Apalagi penolakan itu dilakukan secara kasar, hal ini melecehkan profesi wartawan sebagai insan yang memiliki tugas mencari dan menyampaikan informasi kepada publik," kata Hamid melalui siaran persnya, Ahad (21/2/2016).
Ulah Pasha disorot KIP karena melakukan penolakan atas permintaan wawancara oleh wartawan dari dua media nasional, yakni dari MNC Group dan NET TV. Sebagai pejabat publik, termasuk wakil kepala daerah, wajib untuk tidak menutup diri kepada publik, apalagi wartawan.
Hamid menegaskan bahwa menolak memberi informasi selain termasuk menghalang-halangi kerja jurnalistik sesuai UU Nomor 40/1999 tentang Pers juga melanggar prinsip keterbukaan informasi seperti diatur dalam UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Ketua KIP memandang bahwa sikap Pasha merupakan musibah bagi masyarakat Palu. Pimpinan baru yang dipilih langsung oleh rakyat itu ternyata tidak membawa berkah tapi musibah. Sebab, tujuan keterbukaan informasi publik, seperti ditegaskan dalam UU KIP, adalah agar publik mengetahui perencanaan kebijakan publik, pelaksanaan, dan pengawasannya.
Untuk mendapatkan informasi, lanjutnya, menurut ketentuan UU KIP masyarakat biasa saja bebas bertanya serta minta informasi dan dokumentasi kepada badan publik dalam hal ini pemerintah, baik lewat pimpinannya maupun Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
"Bisa dibayangkan jika wartawan sebabagi penyambung lidah rakyat saja ditolak mendapatkan informasi, bagaimana jika rakyat biasa? Pejabat publik tidak boleh menolak wawancara wartawan, dalam wawancara yang dijadwalkan maupun doorstop," tegas Hamid.(fat)
Laporan: JPNN
Editor: Fopin A Sinaga