Profil Mahfud MD: Mantan Aktivis PII dan HMI, Calon Menteri di Kabinet Jokowi

Nasional | Senin, 21 Oktober 2019 - 20:09 WIB

Profil Mahfud MD: Mantan Aktivis PII dan HMI, Calon Menteri di Kabinet Jokowi
Mahfud MD tiba di komplek Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10). Foto: Ricardo/JPNN.com

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Berikut ini merupakan profil Mahfud MD, yang mengaku diminta Presiden Jokowi menjadi menteri di Kabinet Kerja Jilid II. Namun, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu belum menyebut pos menteri yang akan dipercayakan Jokowi kepadanya.

Karier Mahfud lengkap. Pria kelahiran Sampang, Madura, Jawa Timur, 13 Mei 1957, itu sudah pernah menjadi pejabat di eksekutif, legislatif dan yudikatif.


Di eksekutif, Mahfud MD pernah menjadi menteri pertahanan pada era Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Mahfud menjabat menhan sejak 26 Agustus 2000 sampai 20 Juli 2001. Kemudian, Mahfud pernah menjabat menteri kehakiman dan HAM pada 2001.

Periode 2004-2009, Mahfud MD menjadi anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sempat pula menjadi ketua Badan Legislasi (Baleg). Namun, pada 2008 Mahfud terpilih menjadi hakim konstitusi.

Mahfud MD melenggang menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008-2013. Kini, Mahfud menjabat anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Mahfud MD meraih gelar doktor pada 1993 dari Universitas Gadjah Mada. Sebelum jadi menteri, Mahfud merupakan seorang pengajar. Dia juga guru besar hukum tata negara di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta.

Mahfud MD muda merupakan seorang aktivis yang aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia juga pernah menjadi ketua presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Dikutip dari situs resmi MK, Mahfud MD lahir dari rahim Siti Khadidjah di sebuah desa di Kecamatan Omben, Sampang, Madura, 13 Mei 1957, dengan nama Mohammad Mahfud.

Dengan nama itu, sang ayah, Mahmodin, berharap anak keempat dari tujuh bersaudara itu menjadi orang yang terjaga. Ia dilahirkan ketika ayahnya bertugas sebagai pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang.

Ketika Mahfud MD berusia dua bulan, keluarga Mahmodin pindah ke Pamekasan, daerah asalnya. Di sana, di Kecamatan Waru, Mahfud menghabiskan masa kecilnya. Kala itu, surau dan madrasah diniyyah adalah tempat Mahfud belajar agama Islam.

Ketika berumur tujuh tahun, Mahfud MD dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri. Sore harinya, ia belajar di Madrasah Ibtida’iyyah. Malam sampai pagi hari, ia belajar agama di surau.

Mahfud MD lalu dikirim ke pondok pesantren Somber Lagah di Desa Tegangser Laok, untuk mendalami agama. Ketika itu ia masih kelas 5 SD. Sekolahnya pun ia lanjutkan di sana.

Pondok Pesantren Somber Lagah adalah pondok pesantren salaf yang diasuh Kiai Mardhiyyan, seorang kiyai keluaran Pondok Pesantren Temporejo atau Temporan. Pondok pesantren itu sekarang diberi nama Pondok Pesantren al-Mardhiyyah, memakai nama pendirinya, Kiai Mardhiyyan, yang wafat pertengahan 1980-an.

Meski nilai ujiannya bagus, Mahfud tidak melanjutkan sekolah ke SMPN favorit. Orang tuanya memasukkan dia Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada waktu itu, ternyata ada tiga murid yang namanya sama dengannya.

Untuk membedakan, akhirnya Mahfud menambahkan inisial MD di belakang namanya. Tanpa sengaja, nama itu tertulis dalam ijazahnya. Kini, inisial menetap di belakang nama Mahfud seperti gelar akademik medical doctor, sebagaimana anggapan sebagian orang.

Sehabis menamatkan PGA selama empat tahun pada 1974, Mahfud terpilih untuk melanjutkan ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama di Yogyakarta yang merekrut lulusan terbaik dari PGA dan Madrasah Tsanawiyah seluruh Indonesia.

Mantan Menteri Koperasi Zarkasih Noer, mantan Menteri Sekretaris Negara Djohan Effendi, tokoh Majelis Ulama Indonesia Amidhan, dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar merupakan sebagian alumninya. Kini, PHIN diubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN).

Pada 1978, Mahfud MD tamat dari PHIN. Ia lalu meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII). Pada saat yang sama ia juga kuliah Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM). Di Fakultas Hukum, Mahfud mengambil jurusan Hukum Tata Negara.

Padahal, ketika itu ayahnya sudah pensiun. Untuk membiayai dua kuliahnya, Mahfud MD aktif menulis di surat kabar umum seperti Kedaulatan Rakyat agar mendapat honorarium. Ia juga sibuk berburu beasiswa. Sebagai mahasiswa terbaik, Mahfud MD berhasil mengantongi beasiswa Rektor UII, beasiswa Yayasan Dharma Siswa Madura, juga beasiswa Yayasan Supersemar.

Mahfud MD mendapat beasiswa penuh dari UII untuk melanjutkan program pasca sarjana di UGM. Ketika itu, ia mengambil studi ilmu politik. Ia kembali mendapat beasiswa dari Yayasan Supersemar dan dari Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan S3.

Mahfud MD kembali mendalami ilmu hukum tata negara ketika mengambil program doktor di UGM. Sejak SMP, Mahfud remaja tertarik menyaksikan ingar bingar kampanye pemilihan umum. Di situlah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat.

Semasa kuliah, kecintaannya pada politik semakin membuncah. Mahfud MD lalu malang melintang di berbagai organisasi kemahasiswaan intrauniversitas seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan pers mahasiswa. (boy/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook