JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penolakan rencana pemerintah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) lembaga pendidikan terus bermunculan. Kali ini disampaikan oleh Perkumpulan Sekolah Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK) Indonesia. Sikap keberatan dan penolakan mereka sampaikan ke Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Ketua Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia Haifa Segeir mengatakan wacana yang saat ini berkembang adalah PPN lembaga pendidikan dikenakan ke sekolah internasional atau SPK.
"Dengan alasan bahwa sekolah internasional menelan biaya ratusan juta rupiah per tahun," katanya, kemarin (19/9).
Berdasarkan pandangan tersebut Haifa menegaskan mereka keberatan dan menolak rencana pemungutan PPN untuk lembaga pendidikan. Menurut Ketua Yayasan New Zealand School Jakarta itu, pengenaan PPN kepada lembaga pendidikan tidak sejalan dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.
"Di dalam pasal itu dinyatakan setiap warga negar aberhak mendapatkan pendidikan. Kemudian setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya," tuturnya.
Haifa mengatakan pemerintah seharusnya mendorong pemerataan akses pendidikan berkualitas untuk semua kalangan masyarakat. Menurut dia, dengan adanya pungutan PPN tersebut membuat pendidikan berkualitas semakin tidak terjangkau untuk semua kalangan. "Serta tidak memberikan hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas," tuturnya.
Dia mengungkapkan sebagian besar murid-murid di sekolah SPK adalah anak-anak Indonesia. Sama halnya anak-anak di sekolah negeri maupun sekolah swasta pada umumnya. Hanya sebagian kecil saja murid di sekolah SPK adalah anak warga negara asing (WNA). Sekolah SPK juga banyak yang memberikan keringanan biaya bagi siswa kurang mampu serta beasiswa kepada siswa berprestasi.
Dia juga menegaskan sekolah SPK masih dalam payung Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). "Asumsi bahwa sekolah SPK adalah di luar sistem pendidikan nasional perlu diluruskan," jelasnya.
Dalam pendiriannya SPK harus mengikuti delapan standar nasional pendidikan (SNP). Kemudian secara berkala SPK juga mengikuti akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN). Seperti diketahui pemerintah bakal memperluas pungutan PPN. Di antaranya adalah PPN untuk sekolah atau lembaga pendidikan. Pemerintah memberikan catatan bahwa sekolah-sekolah berbiaya tinggi yang dikenakan PPN. Nah di Indonesia, sekolah berbiaya tinggi identik dengan sekolah internasional atau SPK.
Rencana pemerintah memungut PPN untuk lembaga pendidikan itu kembali disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Di dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Senin pekan lalu (13/9). Pada rapat itu Sri Mulyani mengatakan PPN dipungut kepada jasa pendidikan atau sekolah tertentu. Contohnya adalah sekolah dengan SPP atau biaya yang mahal. Namun sampai sekarang pemerintah belum menetapkan kriteria sekolah malah yang bakal dikenai PPN.
Di Jakarta dan sekitarnya, ada sejumlah sekolah swasta yang mematok SPP lumayan tinggi. Misalnya Al Azhar 1 Islamic Elementary School pada tahun pelajaran 2019/2020 mematok uang pangkal sampai Rp44,3 juta dan SPP Rp2,2 juta/bulan. Kemudian SD Global Islamic School memungut uang pangkal Rp39 juta, uang tahunan Rp7 juta, dan SPP Rp1,85 juta/bulan.
Lalu Gandhi Memorial International School Kemayoran menetapkan biaya tahunan sekitar Rp67 juta untuk jenjang TK dan sekitar Rp88 juat untuk SD kelas 1. Kemudian HighSchope Indonesia mematok biaya masuk Rp70 juta dan SPP Rp6,6 juta/bulan untuk jenjang SD. Selain itu Primary Years Program Cikal Cilandak menetapkan biaya sekitar Rp62,7 juta/tahun untuk lima tahun pertama dan di tahun keenam Rp68,2 juta.(wan/jpg)