Anggota Komisi III DPR RI, Faisal M Saragih meminta pemerintah pusat maupun daerah bertanggung jawab mengatasi kabut asap di Riau. Sehingga perekonomian, pendidikan dan aktivitas bisa normal kembali. “Lagian juga aneh, saya dengar kemarin Presiden datang asap berkurang, pas Presiden pergi asap ngumpul lagi. Kan aneh, kalau begitu saya sarankan suruh saja presidennya berkantor di sana sampai asapnya hilang,” kata Faisal di Jakarta, Senin (19/9).
Dikatakan Faisal, secara negara Presiden bertanggung jawab, karena di negara ini dia yang paling tertinggi. Tentu secara hukum pelaku pembakar dan pemilik lahan jika perorangan harus ditangkap dan bila korporasi wajib izin prinsipnya dicabut. Terkait janji Presiden Jokowi akan mencopot kapolda, danrem dan kapolres bilamana di wilayah teritorial hukumnya tidak terawasi dan terdapat titik api atau kebakaran, Faisal mengatakan, Presiden harus menepati janji itu, meski itu bukan solusi tepat untuk saat ini.
Faisal menuding, karhutla yang terjadi saat ini karena bobrok dan lemahnya penegakan hukum. Sehingga selalu ada celah para penjahat lingkungan terus bermain di ranah itu tanpa memikirkan orang banyak. “Sebenarnya kalau penegakan hukumnya dijalankan saya pikir tidak akan terulang lagi,” terang politikus Gerindra itu.
Faisal meminta kepada penegak hukum agar serius dalam penindakan terhadap pelaku pembakar baik perorangan maupun perusahaan. Tidak hanya sekadar peringatan saja, jika perlu diberikan sanksi moral dan juga mencabut izin prinsip tanpa pandang bulu.
“Banyak juga masuk laporan ke kami bahwa ada beberapa perusahaan yang terdapat titik api dan itu hanya disegel saja. Setelah itu segelnya hilang lagi. Seharusnya itu harus ditindak, apa lagi perusahaan tersebut terjadi secara berulang-ulang. Mereka juga harus membayar dan bertanggung jawab secara sosial dan moral juga kepada masyarakat, jangan hanya negara saja, negara sudah jelas kan,” timpalnya.
Faisal juga menyebut, penanganan kabut asap saat ini terbilang cukup lamban. Namun pemerintah daerah seakan malu dan gengsi untuk mengakui dalam kondisi seperti ini. Terlebih setelah Pemprov Riau melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) menolak bantuan satuan tugas (satgas) yang dikirim oleh Pemrov DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
“Kalau untuk kemaslahatan orang banyak kita kan tidak boleh tolak. Tetapi karena gengsi tadi itu bahasanya. Katanya sudah diturunkan sebanyyak 6.000 orang ke lapangan. Sekarang kita balik lagi, sudah diturunkan 6.000 orang tapi kok asapnya nggak berkurang,” jelasnya.
Sementara anggota DPD RI asal Riau, Abdul Gafar Usman meminta pemerintah daerah dan pusat fokus saja dalam menangani kabut asap ketimbang saling salah menyalahkan. Pusat dan daerah harus segera mengatasi sebagai tanggungjawab kepada rakyat.
“Tidak bisa salah menyalahkan pemda dan pusat. Persoalan mulai dari bawah, dari desa sampai ke yang tinggi maka berdiri perusahaan itu. Ibarat kata berjenjang naik bertangga turun, jadi tidak bisa lempar bola,” kata Gafar Usman di Jakarta, Kamis (19/9).
Saat ini, katanya, pemerintah baik pusat dan daerah harus mengambil langkah kongkret dalam mengatasi karhutla. Bahkan, ia menyarankan Presiden Jokowi menunaikan janjinya mencopot kapolda, kapolres dan danrem maupun dandim bila tugas yang diembankan kepadanya tidak bisa dilaksanakan dengan baik.
“Presiden Jokowi itu sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Jadi dia berhak buat itu (copot) bila indikator kesalahannya berat. Atau sudah tinggkat kesalahan itu sudah melalui teguran dan semacamnya,” jelas senator Riau yang sebentar lagi purnatugas itu.
Menurut Gafar, masalah kabut asap bukan yang pertama terjadi. Bahkan tiap tahun persoalan ini selalu ada. Karena itu, seharusnya pemerintah sudah paham dalam mengatasi agar tidak terjadi lagi di masa mendatang. Kepada pemerintah, dia juga meminta agar tidak gengsi menerima bantuan dari pihak luar. Sebab bantuan tersebut bukan kategori untuk perorangan tetapi untuk orang banyak.
“Karena ini yang jelas bukan personal jika ada partipasi dari luar kita hargai. ini manyangkut kodisi masyarakat kalau ada yang bantu sesuatu yang harus di hargai sebagai manusai. Tak perlu gengsi-gengsisan,” jelasnya.(wir/yus/rir/amn/jpg/ted)