Bonus Rp1,5 Miliar untuk ke Tanah Suci

Nasional | Senin, 20 Agustus 2018 - 19:52 WIB

Bonus Rp1,5 Miliar untuk ke Tanah Suci
GIGIT EMAS: Defia Rosmaniar menggigit medali emas yang diraih setelah menang atas atlet Iran Marjan Salahshouri pada nomor poomsae cabang taekwondo Asian Games 2018 di Jakarta, Ahad (19/8/2018). Defia mempersembahkan emas pertama untuk kontingen Indonesia. (MIFTAHULHAYAT/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tidak perlu lama kontingen Indonesia mendulang medali emas di Asian Games 2018. Pada hari pertama perebutan medali kemarin, Indonesia sudah mengamankan satu medali emas dan satu perak. Satu emas lahir via Defia Rosmaniar dari taekwondo, nomor poomsae individu putri. 

Tujuh jam sebelumnya, Edgar Xavier Marvelo, mengamankan medali pertama kontingen Indonesia dari nomor cangquan putra. Edgar meraih perak setelah mengumpulkan skor 9,72 di Hall B JIExpo Kemayoran.

Manis. Satu kata itu yang dapat digambarkan untuk kontingen Indonesia kemarin. Persis sehari setelah upacara pembukaan Asian Games 2018. Itu memberikan kebahagiaan bagi masyarakat Indonesia. Euforia sebagai tuan rumah setelah menggelar opening ceremony yang megah juga memberikan semangat untuk berprestasi atlet Indonesia.
Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kebahagiaan itu datang lewat prestasi seorang Defia Rosmaniar. Dia mengamankan medali emas pertama bagi Indonesia. Hebatnya lagi, ini adalah Asian Games perdana Defia. Atlet 23 tahun itu berhasil mengalahkan Marjan Salahshouri asal Iran di partai final. Total poin yang diraih Defia terpaut jauh, yakni 8.690. Sementara poin Salahshouri adalah 8.470. Pada laga final ini, Defia mengaku sangat percaya diri mampu menjadi nomor satu.

Sesaat setelah bertanding, Defia dan Salahshouri masih berada di lapangan untuk menunggu hasil pertandingan. Begitu namanya keluar sebagai pemenang, Defia langsung bersujud dengan berurai air mata. Kemudian dia berlari memeluk pelatihnya Seung Shin Jung. Bergegas atlet berhijab ini mengambil bendera Merah Putih lalu mengitari lapangan sambil menyampirkan bendera di pundaknya.

Meski demikian, Defia sempat takut saat babak semifinal, karena harus berhadapan langsung dengan lawan terberat asal Korea Jihye Yun. Tapi Defia berhasil menunjukkan kualitasnya. Ia unggul dengan hasil 8.520, terpaut 120 poin dari Yun.

“Aku percaya ini lapanganku. Ini Indonesia. Ini rumahku. Aku harus lebih dari yang lain,” katanya sambil berurai air mata.

Kemenangan ini tentu sangat istimewa, karena Presiden Republik Indonesia hadir menyaksikan momen bersejarah itu. Presiden Joko Widodo didampingi putra pertamanya Gibran Rakabuming Raka berada di arena taekwondo di Jakarta Convention Center sejak babak semifinal. Jokowi juga yang mengalungkan medali emas kepada Defia.

Tidak mudah bagi Defia untuk naik ke podium pertama. Perjalanannya cukup berliku. Atlet kelahiran Bogor, 25 Mei 1995 ini mengenal taekwondo pertama kalinya saat menginjak bangku sekolah menengah pertama. Saat itu kakak sepupunya yang mengenalkan Defia ke olahraga bela diri ini. Ia pun akhirnya tertarik untuk ikut kegiatan ekstrakurikuler taekwondo.

Pertentangan sempat datang sang ibu, namun justru ayahnya mendukung untuk ia menggeluti olahraga ini. 

“Ibu takut dan khawatir, karena aku cewek. Tapi ayah mendukung. Jadi aku ikut kata ayah saja,” kenangnya.

Kerja keras dan tekun berlatih mengantarkan Defia masuk pelatnas taekwondo pada 2012. Setelah itu berbagai kejuaraan ia ikuti. Demi Asian Games, ia rela berjauhan dengan keluarga selama lima bulan. Timnas Indonesia memilih melakukan pemusatan latihan di Korea dari Maret hingga 11 Agustus. Baru seminggu berada di Negeri Ginseng, kabar duka datang menghampiri. Ayahnya Ermanto meninggal dunia akibat stroke yang dideritanya. Defia pun dipulangkan ke Tanah Air, tetapi tidak sempat mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir. Sedih tentu dirasakannya.

 “Tapi kejadian itu nggak mematahkan semangatku. Aku hanya tiga hari di rumah, setelah itu balik ke Korea karena aku punya kewajiban dan tanggungjawab di pelatnas,” ucap Defia.

Latihan berat dijalaninya selama di Korea. Defia mengakui tidak bisa full menjalani ibadah puasa karena program latihan yang cukup menguras energi. Bahkan ia harus melewatkan Idulfitri tanpa keluarganya.

Dengan nada tersendat karena menahan tangis, Defia berujar bahwa medali emas yang diraihnya dipersembahkan untuk almarhum sang ayah. Ada satu kalimat dari ayahnya yang hingga kini tidak bisa dilupakannya. 

“Ayo, dik, kamu pasti bisa. Kamu bisa jadi juara,” ungkap Defia.

Atas prestasinya ini, Defia mendapat bonus Rp1,5 miliar. Uang itu akan digunakan untuk pergi ke Tanah Suci dengan ibunya.  Sebelumnya, Edgar mengamankan emas nomor cangquan putra. Prestasi itu lahir melalui proses latihan yang panjang. Salah satunya dengan adanya latihan gabungan tersebut, Di sana, dia juga mendapatkan masukan dari Sun Peiyuan yang lebih tua sembilan tahun ketimbang Edgar. 

 “Kami di arena boleh lawan, selama latihan kami bersahabat, tidak ada pelit ilmu,” kata atlet dari perguruan wushu Harmony Indonesia. Medali perak tersebut menjadi yang pertama bagi kontingen Indonesia di Asian Games 2018. Terlebih bagi Edgar, itu merupakan prestasi perdana dia di ajang Asian Games. Tahun lalu, dia mendapatkan perunggu di nomor changquan SEA Games Kuala Lumpur. Saat itu dia kalah dari Jowen Lim Si Wei (Singapura) dan Tran Xuan Hiep. Beruntung bagi Edgar, dua lawan berat dia di SEA Games 2017 mengalami cedera sebelum penampilan kemarin.

Dalam pantauan Jawa Pos (JPG), Tran dan Lim mengalami cedera engkel kiri. Masalah tersebut turut membantu Edgar mengamankan posisi kedua. Novita pelatih pelatnas wushu Indonesia menerangkan, kebijakan PB WI mengirim atlet ke Cina sudah membuahkan hasil sejauh ini. 

“Itu juga berkah karena atlet Singapura dan Vietnam nggak main,” ujarnya. Perak yang diraih Edgar kemarin merupakan persembahan tim wushu untuk kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-73.  Hari ini, Lindswell Kwok dan Juwita Niza Wasni akan tampil untuk memperebutkan dua medali emas di nomor tajijian/taijiquan dan nangun/nandao putri. Kemarin Lindswell masih memimpin di nomor Taijijian dengan skor 9,77. Sedangkan, Niza yang pemegang medali emas edisi Incheon 2014, di peringkat ke-4 dengan 9,67.(feb/nap/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook