JAKARTA(RIAUPOS.CO)- Tidak sedikit pihak yang menyayangkan konflik di internal TVRI sehingga berujung pada pemecatan Helmy Yahya dari posisi direktur utama. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang salah satunya mengurusi bidang penyiaran pun tidak bisa berbuat banyak.
Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu menuturkan, Kementerian Kominfo tidak bisa mengintervensi dinamika yang berkembang di tubuh TVRI. Meskipun, beberapa kali Menkominfo Jhonny G. Plate melakukan pertemuan dan mediasi antara kedua pihak. Baik dewan pengawas (dewas) maupun direksi. ”Sudah dipertemukan. Hadir kedua pihak. Namun, memang semua kewenangan dewas,” katanya kemarin.
Ferdinandus mengatakan, meski membidangi masalah penyiaran, Kementerian Kominfo tidak memiliki kewenangan secara regulatif dalam pemilihan atau pemecatan dewas maupun direksi. ”Ya mau bagaimana lagi, dewas berwenang untuk memilih dan memecat direksi sesuai aturan yang ada,” katanya.
Sementara itu, pemecatan Helmy Yahya dari posisi direktur utama TVRI memunculkan banyak reaksi kecewa. Termasuk dari para karyawan. Presenter Imam Priyono mengaku kecewa atas kisruh yang terjadi di perusahaan lembaga penyiaran publik (LPP) tersebut. ”Dewan Pengawas TVRI semestinya bisa lebih bijak dalam menggunakan kewenangannya,” katanya.
Imam sudah bekerja di TVRI selama 12 tahun. Hingga saat ini statusnya adalah pegawai bukan PNS (PBPNS).
Menurut Imam, dirinya bersikap seperti itu bukan lantaran Helmy Yahya harus keluar dari TVRI. Namun, kegaduhan yang terjadi saat ini mencoreng nilai perubahan, kreativitas, integritas, dan kebanggaan TVRI sebagai media pemersatu bangsa. Dampaknya, kepercayaan masyarakat akan hilang.
Dia mengatakan, aksi saling pecat antara dewas dan direksi terjadi sejak 2007. ”Dampak faktualnya, kinerja pasti terganggu,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Dewas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin tidak menerima pernyataan Helmy mengenai pembelian program siaran yang menguras biaya besar. Termasuk Liga Inggris. ”Khususnya pelaksanaan tata tertib administrasi anggaran TVRI,” kata dia melalui pernyataan tertulis.
Selain itu, Arief menilai, pelaksanaan re-branding TVRI tidak sesuai dengan rencana kerja anggaran tahunan LPP TVRI 2019 yang ditetapkan dewas. Menurut dia, pelanggaran yang dilakukan Helmy juga bukan hanya itu. Tapi, ada mutasi pejabat struktural yang tidak sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria manajemen ASN serta melanggar asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Meski begitu, soal bentuk pelanggaran AUPB yang dilakukan Helmy, Arief enggan berkomentar. Saat dia dihubungi melalui pesan singkat dan sambungan telepon, tak ada jawaban.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com