AGAM (RIAUPOS.CO) - Berawal dari keinginan yang sama, para perantau Minang khususnya dari Salingka Danau Maninjau berupaya mengembalikan kejayaan Danau Maninjau. Masyarakat perantau yang tergabung dalam Yayasan Minang Bandung Indonesia (YMBI) dan Badan Musyawarah Masyarakat Salingka Danau Maninjau (bamus SDM) Jakarta mengadakan diskusi terbuka bersama Pemkab Agam dan masyarakat Salingka Danau Maninjau, Ahad (19/1).
Diskusi terbuka dengan tema Maninjau Kini dan Esok yang dilaksanakan di Lawang Park, dihadiri oleh Yayasan Minang Bandung, Bamus SDM, tokoh masyarakat Maninjau yang juga merupakan mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Antropolog Prof Dr Usman Pelly.
Kemudian Sosiolog Dr Muchtar Naim, Pakar Perikanan UBH Prof Dr Ir Hafrizal Sandry. Selanjutnya, Bupati Agam Indra Catri, Sekda Agam Syafirman, Asisten II Isman Imran, Bapeda Agam, BPLH, Dinas Pariwisata, wali nagari, KAN, Bamus, wali jorong, tokoh masyarakat dan aktivis LSM.
Ketus Bamus SDM Jakarta, Harry Asmar mengatakan, Danau Maninjau sangat khas karena tercipta akibat letusan Gunung Tinjau. Dengan kesuburan alam, keindahan alam dan segala potensi yang dimiliki Danau Maninjau, para perantau ingin berbuat untuk nagari demi kemajuan, kemakmuran sebagai sumber kehidupan masyarakat salingka danau.
Dalam diskusi itu pakar perikanan dari UBH, Prof Dr Ir Hafrizal Sandry mengungkapkan, status air Maninjau dalam kondisi yang mengkhawatirkan atau cemar berat. Selain itu, dalam penelitiannya, masa tinggal air danau sekitar 25 tahun lagi.
Kemudian, biota danau seperti ikan, lokan dan pensi mengandung besi yang melebihi dari target yang ditetapkan pemerintah. Tidak hanya itu, sedimen lumpur (pengendapan material) yang dihasilkan dari karamba sangat tinggi. Sejak 2001 sampai 2013 sedimen yang dihasilkan sebanyak 1.111 ton, dan kedalaman saat ini hanya sekitar 116 meter dari sebelumnyau lebih dari 500 meter.
‘’Berdasarkan penelitian saya, air danau kualitasnya sangat buruk. Ini tidak terlepas dari banyaknya karamba di danau. Setiap tahunnya keramba di Danau Maninjau selalu mengalami peningkatan. Pada 2005 lalu, jumlah karamba hanya 4 ribu petak lebih, 2009 meningkat menjadi 9 ribu petak lebih. Pada 2012 peningkatannya cukup signifikan, yaitu 15 ribu petak lebih dan pada 2013 naik menjadi 16 ribu petak,’’ katanya.
Wakil Ketua YMBI, Hendri Harmen mengatakan, banyak permasalahan yang mengemuka dari diskusi tersebut. Untuk memberikan perubahan, seluruh stakeholder harus sepakat memberikan persepsi yang sama untuk kemajuan danau. Salah satunya, memaksimalkan segala potensi Danau Maninjau untuk kesejahteraan masyarakat.
‘’Kita telah koordinasi dengan Pemkab Agam untuk melakukan pengerukan sedimen lumpur paling lambat awal 2015. Untuk zonasi, agar diatur dengan Perda agar terkendali dan teratur. Kemudian, ikan asli danau harus dilestarikan dengan melakukan restoking di air dan di darat,’’ katanya.
Selain itu, dalam diskusi tersebut juga tercipta kesepakatan untuk meningkatkan ekonomi kreatif, menggalakkan hutan nagari. ‘’Banyak kesepakatan bersama untuk Danau Maninjau yang lebih baik. Kesepakatan bersama itu di deklarasikan yang ditandatangani oleh sekitar 90 orang yang berkepentingan dalam hal ini. Setiap tugas telah ditunjuk satu penanggungjawab dan akan dilakukan evaluasi sekali enam bulan,’’ kata Dirut Bogor Nirwana dan Jungle Park ini.
Sementara itu, Pemkab Agama menyambut baik dan mengapresiasi kepedulian para perantau terhadap kampung halamannya. Ia berharap, dengan bekerja bersama-sama Agam bisa menjadi daerah yang lebih maju lagi kedepannya. ‘’Apa yang dilakukan oleh para perantau seperti Yayasan Minang Bandung ini sangat membanggakan. Untuk pelestarian dan pengawasan danau Maninjau kita masih menunggu perda yang dalam tahap evaluasi Gubernur,’’ kata Bupati Agam, Indra Catri. (rpg)