JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret tergerak membantu para korban kabut asap dengan masker khusus yang berfungsi sebagai alat bantu pernapasan. Bisa dibuat sendiri, bahan-bahannya mudah diperoleh, dan biaya pembuatan cuma sekitar Rp 25 ribu.
Keprihatinan terhadap bencana kabut asap di berbagai daerah turut dirasakan para dokter di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Sebab, banyak kandungan berbahaya di dalam jerubu (kabut asap) yang dihirup warga di lokasi kejadian.
”Memang di sana (Pekanbaru, Riau, dan Palangka Raya, Kalimantan Tengah) sudah banyak relawan yang memberikan masker. Tapi, hanya masker biasa,” kata Darmawan Ismail, dokter bedah toraks kardiovaskular FK UNS, di kampus setempat seperti dilansir Jawa Pos Radar Solo kemarin (18/9).
Ada beberapa jenis masker, lanjut Darmawan, yang beredar di sana. Masker N95 contohnya. Masker itu memang diklaim bisa menangkal polusi udara. Namun, bentuknya terlalu tebal.
Banyak pengguna masker yang merasa seperti dibekap jika memakai masker N95. Meski tujuannya bagus: agar asap tidak bisa masuk ke hidung.
Ada juga masker yang biasa dipakai sehari-hari, yaitu masker bedah. Tapi, jenis itu lebih berfungsi untuk melindungi si pemakai dari cairan. ”Jadi, tidak ideal jika dipakai untuk menangkap asap. Tapi tidak apa-apa, itu salah satu usaha untuk membantu tetap bisa bernapas dengan baik,” sambungnya.
Kondisi tersebut menggerakkan Darmawan dan rekan-rekan dokter untuk mengirim beberapa alat bantu pernapasan yang lebih ideal. Alat tersebut bernama SUNS atau Surgeons of UNS. Fungsi alat buatan dokter FK UNS itu ialah masyarakat tetap bisa menghirup udara segar meski berada di tengah kabut asap.
”Alat ini homemade, bisa dibuat sendiri. Rencananya besok (hari ini, Red), bersama RSUD dr Moewardi (Surakarta), kami mengirim beberapa SUNS dan mengadakan pelatihan pembuatan alat ini di Pekanbaru dan Palangka Raya,” katanya.
Cara kerja SUNS, udara masuk ke kotak humidifier melewati filter depan yang dilembapkan dengan air dan detergen. Sehingga berfungsi sebagai penyaring, aroma terapi, dan detergen yang bekerja sebagai pengikat karbon atau penyaring asap.
”Udara bersih dihirup melalui slang, proses inspirasi, dan melewati katup bagian bawah dari masker,” terang Darmawan.
Lalu, lanjut dia, udara kotor dibuang atau ekspirasi melalui katup bagian atas dari masker dan keluar dari sistem SUNS. ”Sehingga tidak bercampur,” jelasnya.
Sampai kemarin, penanganan kabut asap di Pekanbaru, Palangka Raya, dan berbagai kota lain di sejumlah provinsi masih jauh dari kata selesai. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan, walau titik api perlahan berkurang, asap yang muncul menyusul kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sulit diatasi.
Wiranto menjelaskan bahwa laporan terakhir yang diterimanya menyebut banyak titik api padam. ”Tapi, asap masih muncul,” ungkap dia kemarin (18/9).
Menurut dia, jumlah titik api turun lantaran usaha pemadaman dilakukan secara total. Beragam cara dilakukan. Melalui darat maupun udara. ”Tapi, lahan gambut yang terbakar begitu dikasih air itu, asapnya malah naik,” imbuhnya.
Padahal, kandungan asap akibat karhutla yang dihirup masyarakat sekitar lokasi kejadian sangat berbahaya. Sebut saja, sulfur dioksida (SO2) yang dapat membuat saluran napas mengecil dan membuat iritasi selaput lendir pernapasan. Ozon atau O3 yang dapat membuat tenggorokan iritasi.
Juga, karbon monoksida atau CO yang dapat menimbulkan sesak napas, dada terasa berat, pusing, koma, hingga kematian. Dan, nitrogen dioksida atau NO2 yang dapat merusak organ pembersih paru-paru. Akibatnya, pertahanan saluran napas berkurang.
SUNS sebagai alat bantu pernapasan diklaim sebagai alat yang sederhana, mudah dirakit sendiri, dan murah. Untuk satu alat, hanya dibutuhkan biaya Rp 25 ribu.
Bahan-bahannya pun sangat mudah diperoleh. Sebut saja, kain kristik, kain tipis, perekat lepas pasang, tali bis, tali elastis, filter akuarium, mika tebal, slang akuarium, bola plastik mainan, spons, dan sarung tangan.
”Pertama-tama, desain kotak reservoir terlebih dahulu pada mika dengan spidol. Menjadi sebuah kotak reservoir,” jelas Darmawan.
Lantas, di sisi kotak dibuat lubang untuk ditempati filter udara. ”Kemudian, membuat filter udara dengan memotong kain tipis dan kain kristik. Pasang kain perekat pada filter dengan menggunakan hecter pada kotak reservoir,” terangnya.
Proses selanjutnya membuat masker. Potong mainan bola menjadi dua bagian. Pembuatan masker diawali dengan menggambar pola yang akan berfungsi sebagai tempat slang dan katup.
Slang yang digunakan adalah yang tidak rigid sehingga bisa menjangkau jarak antara area hidung dan setinggi pinggang dewasa. ”Pada bagian bola yang difungsikan sebagai masker, ditempelkan busa. Sehingga harapannya dapat memberikan kenyamanan, mengurangi gesekan, dan iritasi pada wajah,” ucapnya.
Dari Jakarta, berdasar data dari Kementerian Sosial (Kemensos), pekatnya asap membuat warga mulai berduyun-duyun menuju safe house yang didirikan Kemensos. Di Balai Rehabilitasi Sosial Rumbai Pekanbaru pada Selasa (17/9), misalnya, tercatat 150 warga datang untuk mendapat perlindungan dari serangan jerubu yang sudah masuk rumah.
”Mereka yang datang sudah tidak nyaman tinggal di rumah masing-masing. Kami tampung,” ujar Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kemensos, Jakarta, kemarin.
Ada berbagai fasilitas yang disiapkan di safe house. Mulai air purifier yang ideal dengan luas ruangan (yakni, 1 unit untuk ruangan seluas 20 meter persegi), 2 unit tabung gas oksigen, velbed, serta tim layanan dukungan psikososial dan tim kesehatan. Tim medis itu berfungsi untuk mendeteksi siapa saja yang perlu rujukan guna mendapat perawatan lebih lanjut karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat menambahkan, total ada 47 safe house untuk penanganan korban asap karhutla. Jumlah tersebut tersebar di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Setiap safe house bisa menampung ratusan orang setiap hari. ”Lokasinya berada di kantor dinas sosial provinsi, UPT Kemensos, panti sosial milik dinsos, dan 12 aula SKPD (satuan kerja perangkat daerah, Red),” paparnya.
Sementara itu, Dekan FK UNS Reviono menambahkan, SUNS sudah dibuat dan diujicobakan sejak 2016. Kala itu alat tersebut dibuat juga untuk korban kebakaran hutan. ”SUNS mampu menghasilkan udara yang relatif lebih bersih meski tidak 100 persen. Namun, dijamin lebih bersih dari kabut asap yang dihirup sebelumnya,” katanya.
Untuk ukurannya, ada dua. Besar dan kecil. Yang ukuran mini untuk anak-anak. ”Ada juga model satu kotak dengan dua slang, berfungsi untuk ibu yang menggendong bayinya. Juga, kami buat dua bentuk, selempang dan ransel, agar bisa tetap digunakan apa pun aktivitasnya,” jelasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal