JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Persoalan data penerima bantuan iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kembali mencuat. Kementerian Sosial (Kemensos) mengungkap adanya permasalahan data terkait kelompok tersebut. Sebanyak 30 juta PBI ternyata tak masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Padahal, DTKS adalah acuan jumlah orang miskin di Indonesia. Data itu juga menjadi acuan untuk penyaluran dana bantuan sosial (bansos).
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menjelaskan, data PBI tersebut merupakan warisan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Data itu dilimpahkan ke pihaknya untuk disinkronkan dengan DTKS tahun lalu. "Disepakati, waktu itu September, yang menerima PBI itu harus yang masuk DTKS," katanya di gedung DPR/MPR, Jakarta, kemarin (18/2).
Mensos menyebutkan, saat dilakukan sinkronisasi, ternyata yang tidak masuk DTKS mencapai 40 juta orang. Pihaknya kemudian melakukan pembersihan (cleansing) data hingga tersisa 30 juta. "NIK-nya (nomor induk kependudukan, Red) nggak beres. Ada yang NIK-nya tidak ada, kosong," katanya.
Pria yang akrab disapa Ari itu sudah mengonfirmasi masalah tersebut kepada BPJS Kesehatan. Menurut informasi yang dia terima, data itu merupakan data jamkesmas yang dilebur dalam JKN menjadi PBI. "Jadi, bukan cleansing tidak selesai loh ya. Sudah cleansing," ungkapnya.
Kendati demikian, lanjut dia, tidak berarti peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas III JKN yang kenaikan iurannya tengah dipersoalkan pasti orang miskin. Menurut dia, itulah yang nanti harus dicek ulang. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan pemutakhiran data. Sebab, kewenangan itu berada di pemda sepenuhnya.
"Harus ketemu Kemendagri karena mereka yang punya aparat desa. Nanti prosesnya, daerah mengusulkan, lalu kita validasi lagi," tegasnya. Prosesnya tidak bisa cepat. Sebab, data yang dievaluasi cukup besar.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal