(RIAUPOS.CO) - Harga pembelian pemerintah (HPP) gula petani batal naik. Usul Kementerian Pertanian untuk menaikkan HPP gula petani dari Rp9.700 per kilogram (kg) menjadi Rp10.500 per kilogram belum disetujui.
Keputusan itu keluar setelah rapat terbatas yang diadakan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Kamis (17/5). Turut hadir, antara lain, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, keputusan tersebut menimbang harga gula internasional yang turun dari 350 dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 303 dolar AS. ’’Jadi, kalau HPP naik, kan itu bertentangan dengan tren. Makanya, HPP tetap,’’ ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian mengusulkan HPP gula petani naik menjadi Rp10.500 per kg. Tujuannya, memotivasi petani gula agar produksinya meningkat. Usul kenaikan HPP itu juga didasari meningkatnya biaya pokok produksi dari Rp9.500 per kg menjadi Rp10.000 per kg. Karena itu, HPP yang sebelumnya Rp9.700 dirasa perlu dinaikkan. Pertimbangan yang lain, harga eceran tertinggi gula yang telah dipatok adalah Rp12.500 per kg.
Dia menambahkan, HPP gula petani begitu tinggi lantaran terdapat inefisiensi dalam produksi gula. Dalam waktu dekat, pemerintah segera mengkaji proses produksi gula agar ke depan bisa dijalankan secara efisien. ’’Soal inefisiensi itu akan dibahas lebih dalam pada rapat selanjutnya,’’ ujarnya.
Oke Nurwan menuturkan, tiga pihak yang hadir dalam rapat itu telah memerintah Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) mempertahankan HPP tersebut. ’’Ya, Bulog siap. Kan kalau sudah ditegaskan Kemendag, Bulog harus melaksanakan,’’ urainya.
Pada kesempatan sebelumnya, Kementerian Pertanian mengungkapkan bahwa target produksi gula nasional tahun ini mencapai 2,1 juta ton. Angka itu relatif stagnan jika dibandingkan dengan realisasi produksi tahun lalu. ’’Diusulkan karena produktivitas gula kita rendah,’’ ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang.
Rendahnya produktivitas gula yang disertai tidak efisiennya pabrik menyebabkan banyak petani merugi. Akibatnya, banyak petani mulai beralih ke komoditas lain. Misalnya, padi dan jagung karena dinilai lebih menguntungkan.(agf/c4/fal/lim)