BERANTAS TERORISME

Waspada, Kampus Non Agama Disusupi Teroris

Nasional | Kamis, 18 Februari 2016 - 00:39 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Banyak cara yang dipakai untuk menyusupkan paham radikal dan teror. Salah satunya melalui organisasi kemahasiswaan di kampus-kampus non-keagamaan. Begitu kesimpulan kajian bidang sosial dan kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipublikasikan kemarin.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI M Hamdan Basyar mengatakan, dari penelitian pola-pola gerakan radikal di Indonesia, salah satu pola yang kerap terjadi adalah paham radikal masuk melalui organisasi keagamaan di kampus-kampus umum (non-keagamaan).’’ Kampus dipilih karena terbuka ruang lebar untuk kajian dan syiar,’’ jelasnya di Jakarta Rabu (17/2/2016).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Lalu kenapa cenderung di kampus non-keagamaan? Hamdan menuturkan, mahasiswa di kampus-kampus umum mayoritas kurang pemahaman keagamaannya. Mereka lantas gampang menerima ketika diberi pemahaman agama dari satu sisi saja. Yakni dari sisi yang radikal.

“Karena itu kami berharap pengelola perguan tinggi umum memberikan pembekalan keagamaan yang cukup,” ujarnya. Salah satunya terkait bagaimana bernegara dan beragama yang baik. Bukan pemahaman agama yang radikal dan cenderung mengkafirkan orang di luar kelompoknya.

Selain kampus, saluran penyebaran paham radikal adalah melalui media sosial. Hamdan mengatakan, aktor penyebar paham keagamaan radikal mengunggah dan menyebar jaring seluas-luasnya. Kemudian menunggu kalau ada simpatisan yang berminat. “Setelah ada yang menyatakan berminat, baru diajak bergabung dan melakukan pertemuan-pertemuan tatap muka,” lanjutnya.

Untuk mengantisipasinya dia berharap pemerintah terus gencar memblokir website dan akun media sosial penyebar paham keagamaan radikal. Jika tidak segera dicegah, penyebaran sel-sel radikalisme sampai terorisme semakin cepat.

Menangkal paham radikalisme di perguruan tinggi sudah menjadi agenda Menristekdikti Mohamad Nasir. Dia mengatakan salah satu upaya menangkal masuknya paham keagamaan radikal di kalangan mahasiswa dengan program bela negara. Mantan rektor Universitas Diponegoro Semarang itu, mengatakan setiap warga negara harus ikut membela dan merawat negaranya. ’’Bukan sebaliknya, malah merusak,’’ tutur dia.

Kemenristekdikti juga meminta supaya pengelola perguruan tinggi ikut memantau aktivitas diskusi para mahasiswa. Pemantauan ini bukan berarti membatasi ruang ekspresi dan pengembangan kajian akademik di kampus. Tetapi untuk deteksi dini masukknya pahak-paham radikal.(wan/kim)

Laporan: JPG

Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook