Janjang Seribu atau tangga seribu yang digadang-gadang sebagai Great Wall Bukittinggi dan ikon wisata baru Kota Bukittinggi sekarang kondisinya kurang terawat. Janjang yang juga berfungsi sebagai penghubungkan Agam dan Bukittinggi, semenjak direnovasi menyerupai tembok besar China itu sudah ditumbuhi rumput liar dan semak belukar.
--------------------------------------
Yuharnel dan Edison Janis, Bukittinggi
--------------------------------------
Pantauan Padang Ekspres yang turun dari panorama bawah Lobang Japang dan terus berjalan menelusuri dengan berjalan kaki menuju nagari Kotogadang, terlihat pemandangan yang memiriskan hati.
Secara visual bangunan fisik Janjang Seribu ada yang pondasi jalannya runtuh dan ditumbuhi semak dan rumput sampai menjalar ke pagar pengaman Janjang, sepertinya perawatannya luput dari perhatian pihak terkait.
Di atas badan jalan janjang sampah anorganic dan sampah organik sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi bila kita berjalan di Janjang Seribu. Coretan-coretan di dinding janjang juga menjadi hiasan yang mengganggu. Di beberapa titik ruas jalan pondasi janjang sudah ada yang runtuh dan sangat membahayakan bagi pengunjung saat melintasi jalan tersebut.
Saat itu, karena hari libur pengunjug yang datang ke Janjang Seribu begitu ramai. Darma, 47, pengunjung dari Pekanbaru yang mengaku berlibur dengan keluaraganya ke Bukittinggi dan sengaja datang ke Janjang Seribu pagi itu untuk jalan pagi. Ia menyayangkan melihat kurang terawatnya janjang tersebut.
“Ini perlu penataan lokasi dan perawatan, sebab janjang ini sangat menarik untuk dikunjungi namun sayang kondisi sekarang tidak terawat,”katanya.
Seperti diketahui, Ketua DPD RI Irman Gusman bersama Menkominfo Tifatul Sembiring, Bupati Agam Indra Catri serta Wali Kota Bukittinggi Ismet Amziz meresmikan Janjang Seribu di Koto Gadang, Kabupaten Agam, pada 26 Januari 2013 lalu. Dalam peresmiannya itu juga turut hadir para tokoh masyarakat serta ninik mamak masyarakat Kabupaten Agam. Acara peresmian tersebut juga turut diramaikan dengan kegiatan gerak jalan santai menyusuri Janjang Seribu, serta dimeriahkan dengan pembagian doorprize. Sangat meriah waktu itu namun jauh berbeda kondisinya belakangan ini.
Lebih Dikenal dengan Tembok China
Entah siapa yang memulai, Jenjang Seribu Koto Gadang yang diidentik dengan Tembok China terus ke sohor kemana-mana. Akibatnya nama Jenjang Seribu Koto Gadang mulai tenggelam, dan lebih terkenal dengan nama Tembok China.
Sejumlah anak muda yang tidak mengetahui posisi persis Jenjang Seribu Koto Gadang, kemarin (16/2) sempat kesasar sampai ke Bukikapik, Kelurahan Bukik Apik, Kecamatan Gugukpanjang, Kota Bukittinggi. Di sana mereka menanyakan Tembok China.
Seorang masyarakat setempat bernama, Rul, langsung menjawab bahwa dia tidak mengetahui. Setelah berdialog sebentar, baru diketahui yang dimaksud sejumlah pemuda Tembok China tadi adalah Jenjang Seribu Kotogadang. Mereka pun pamit dan berbalik arah menuju jalan Ngarai, salah satu pintu masuk Jenjang Seribu Kotogadang dari Kota Bukittinggi.
Menurut Rul, yang juga mantan RT 01/RW 5 Kelurahan Bukik Apik, sebutan Tembok China untuk nama Jenjang Seribu Koto Gadang banyak disampaikan masyarakat luar Kota Bukittinggi kepadanya, sehingga perlu diluruskan.
“Kalau saya menilai, yang salah dalam hal ini bukan masyarakat, tapi mereka yang memberikan atau menyamakan Jenjang Seribu Kotogadang sama dengan Tembok China, sehingga nama itu (Tembok China) lebih dikenal masyarakat dari pada Jenjang Seribu Kotogadang,” sesalnya.
Dari beberapa kali dia mengunjungi Jenjang Seribu Kotogadang, menurut Rul, tidak ada tertulis bahwa objek wisata tersebut bernama Jenjang Seribu Kotogadang.
“Demi menghargai objek wisata kita sendiri, sudah saatnya perlu perhatian semua pihak, terutama Pemko Bukittinggi dan Kabupaten Agam sebagai tempat objek wisata berada, membuat plang nama Jenjang Seribu Kotogadang yang cukup besar, sehingga sebutan Tembok China tidak terdengar lagi,” harapnya.
Pantauan koran ini di lapangan, dengan adanya objek wisata Objek wisata Jenjang Seribu Koto Gadang, maka dengan sendirinya objek wisata di Bukittinggi pun bertambah. Tapi untuk menempuh objek wisata ini perlu fisik yang prima, karena harus melewati seribu jenjang, sehingga yang dominan mengunjungi objek wisata ini adalah anak-anak muda.
Setidaknya, dua kali seminggu (Sabtu dan Minggu) objek wisata ini ramai dikunjungi anak-anak muda, sehingga ekonomi masyarakat setempat pun menjadi hidup. Sementara hari biasa tetap digandrungi bagi yang hobi berolahraga pagi dan sore. (rpg)