Stok Beras Cukup untuk Delapan Bulan

Nasional | Jumat, 18 Januari 2019 - 15:05 WIB

Stok Beras Cukup untuk Delapan Bulan
BERAS: Pemilik toko mengecek beras-beras bulog yang akan dijual di toko yang berada di Jalan Agus Salim, Pekanbaru, baru-baru ini. DEFIZAL/Riau Pos

(RIAUPOS.CO) - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, harga beras eceran di Indonesia bukanlah termahal di dunia. Pasalnya, Indonesia menempati urutan ke-81, sedangkan harga beras eceran termahal di dunia yakni sebesar Rp12.374 per kg (Numbeo 2019).

“Urutan pertama beras eceran termahal dunia adalah Jepang sebesar Rp57.678 per kg, sementara harga beras termurah di Sri Lanka sebesar Rp7.618 per kg,” demikian dikatakan Menteri Amran pada acara panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur (Jatim), Rabu (16/1).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hadir dalam acara tersebut Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jatim, Hadi Sulistyo dan para petani jagung. Dengan fakta tersebut, Menteri Amran meminta agar informasi tidak benar terkait harga beras eceran Indonesia termahal di dunia jangan terus dijadikan polemik. Seharusnya, semua pihak patut bangga bahwa berdasarkan data FAO, tahun 2017 Indonesia menempati nomor urut ketiga negara penghasil beras terbesar di dunia.

“Jadi jangan lagi polemik. Kalau produsen beras, tahun 2017 Indonesia nomor 3 dunia. Catat ya, ini data FAO,” sebutnya.

Ketersediaan Beras

Mentan Amran mengatakan, selama empat tahun terakhir, Indonesia berhasil mewujudkan swasembada beras. Hal ini mengacu pada definisi yang ditetapkan FAO, bahwa suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya minimal mencapai 90 persen dari kebutuhan nasionalnya.

“Faktanya, pada tahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada beras. Padahal saat itu Indonesia masih mengimpor beras 414 ribu ton,” katanya.

Lalu bagaimana keberhasilan swasembada beras di pemerintahan Jokowi-JK? Menteri Amran menegaskan sejak tahun 2016 sampai 2018 pun produksi beras surplus. Faktanya, pada tahun 2016 dan 2017 tidak ada impor, adapun beras yang masuk pada tahun 2016 itu merupakan luncuran impor 2015.

Kemudian di tahun 2018, sambung Menteri Amran, Indonesia pun berhasil meraih surplus beras. Berdasarkan data BPS, surplus beras 2018 sebesar 2,85 juta ton dan impor 2018 itu merupakan sebagai cadangan nasional, tidak sebagai stok utama.

“Ada yang menarik, di tahun 1984, jumlah penduduk Indonesia sekitar 100 juta jiwa, sementara sekarang mencapai 260 juta jiwa. Artinya naik dua kali lipat. Dengan demikian, masalah swasembada beras sudah selesai. Ini yang harus dipahami, supaya masyarakat tidak dibuat bingung,” sebut Amran.

Lebih lanjut Menteri Amran menyebutkan, keberhasilan kebijakan pangan saat ini dibuktikan juga dengan kondisi stok beras sebagai cadangan saat ini di Bulog mencapai 2,2 juta ton. Standar cadangan beras nasional yakni 1 juta ton, artinya cadangan beras sekarang lebih dari dua kali lipat.

Kemudian, lanjut Menteri Amran, berdasarkan data survei BPS, stok beras yang berada di rumah tangga, pedagang, penggilingan, horeka dan Bulog mencapai 8 sampai 9 juta ton. Pada saat itu stok beras di Bulog antara 900 ribu sampai 1,5 juta ton. Jika dianggap data yang lain tetap ditambah stok beras di Bulog 2,2 juta ton, maka stok beras nasional saat ini mencapai sekitar 10 juta ton.

Selain stok beras ini, kata Menteri Amran, Indonesia pun masih memiliki produksi padi dari standing crop atau tanaman padi yang tertanam hari ini di lahan seluas 3,88 juta ha. Jika produktivitas 5,29 ton per hektare, maka menghasilkan sekitar 20 juta ton gabah kering giling, atau menghasilkan beras sekitar 10 juta ton. Total beras yang dihasilkan mampu mencukupi kebutuhan selama 4 bulan. Dengan demikian, stok beras saat ini bisa mencukupi kebutuhan hingga 8 bulan ke depan,” tegas Menteri Amran.

Harus dicatat juga, tegas Menteri Amran, Kementan terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih pasti untuk diwujudkan. “Artinya, setiap hari terjadi olah tanah, tanam dan panen. Jangan dibayangkan pertanian Indonesia seperti 30 tahun lalu. Makanya penduduk 2 kali lipat dari 1984 sekalipun, kita masih bisa memberi makan,” ucapnya.(jpnn/lim)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook