MASIH MARAK TERJADI

Sebut Aksi Teror Bukan Rekayasa Politik, Ini Penjelasan Mantan Teroris Bom Bali

Nasional | Kamis, 17 Mei 2018 - 20:10 WIB

Sebut Aksi Teror Bukan Rekayasa Politik, Ini Penjelasan Mantan Teroris Bom Bali
Lokasi ledakan diterminal kampung melayu, Jakarta, Rabu (24/5/2017). belum diketahui kenapa terjadi ledakan yang mengakibatkan sejumalh warga terluka dan menyebabkan kematian. (HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Program deradikalisasi dinilai belum berjalan maksimal akibat masih maraknya aksi terorisme di tanah air. Ditengarai, cara pandang masyarakat terhadap aksi radikal itu menjadi salah satu faktor.

Menurut mantan Kepala Tim Perakitan Bom Jamaah Islamiyah (JI) Jawa Timur Ali Fauzi Manzi, banyak masyarakat kerap kali menganggap aksi terorisme yang terjadi merupakan rekayasa demi kepentingan kelompok tertentu.
Baca Juga :Waswas Teror Kandidat Sepatu Emas

Adapun hal itu itu menjadi salah satu penyebab sulitnya melakukan deradikalisasi.

"Halangan utama program deradikalisasi adalah beragamnya perpekstif masyarakat Indonesia tentang tindak pidana terorisme. Sebagaian besar masih menyakini terorisme di Indonesia rekayasa, operasi intelijen, pengalihan isu, dan lain-lain," katanya di Gedung Widya Graha LIPI Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (17/5/2018).

Cara pandang itu, menurutnya, salah karena aksi terorisme memang ada. Tindakan kekerasan itu dilakukan oleh sekelompok orang yang ingin memecah belah masyarakat.

"Demi Allah saya bersumpah aksi terorisme itu bukan rekayasa politik, bukan operasi intelijen. Ini asli aksi kelompok yang tidak suka NKRI, yang ingin memecah belah kita," jelas pendiri rumah deradikalisasi Lingkar Perdamaian itu.

Dia menambahkan, program deradikalisasi itu sangat penting. Bukan hanya untuk yang telah terpapar paham radikal itu, yang belum terkena ajaran sesat itu juga harus dicegah agar tidak terjerumus.

"Tentu deradikalisasi yang belum terpapar penting, yang sudah terpapar juga penting, apalagi yang mantan (napiter). Tentu rumusannya berbeda," terang adik gembong teroris Amrozi dan Ali Imron itu.

Teroris, tegasnya, merupakan penyakit komplikasi. Tak bisa sembarangan untuk menyembuhkan orang yang sudah terjangkit oleh virus itu. Dia sudah mengalaminya sendiri karena sejak umur 18 tahun sudah didoktrin dengan paham radikalisme.

"Teroris itu penyakit komplikasi. Tentu mengobatinya juga butuh dokter ahli dan tentu dari orang yang sembuh dari penyakit itu. Saya mengalami penyakit ini sudah bertahun-tahun sejak usia 18 tahun. Dulu kalau lihat bule (turis asing) pikiran saya cuma nembak kepala atau dada," tuntas mantan teroris bom Bali itu.(ce1/sat)

Sumber: JPNN

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook