JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Desakan pemerintah kepada Pertamina untuk menurunkan harga avtur akhirnya direspon oleh perusahaan pelat merah tersebut. BUMN migas ini akhirnya menurunkan harga avtur per 16 Februari 2019 mulai jam 00.00 WIB. Hal ini tentu membawa angin segar bagi perusahaan aviasi. Namun keputusan politis ini masih harus diwaspadai.
Media Communication Manager Pertamina Arya Dwi Paramita mengatakan, penyesuaian harga dilakukan dengan mempertimbangkan rata-rata harga minyak dunia maupun nilai tukar rupiah. ”Pertamina berharap penurunan harga avtur ini merupakan bentuk dukungan Pertamina terhadap industri penerbangan nasional yang diharapkan juga berdampak pada industri lainnya termasuk pariwisata,” ujarnya.
Meski demikian, harga jual avtur untuk setiap maskapai ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pertamina sebagai penyedia dan maskapai penerbangan sebagai konsumen.
Sebagai contoh, harga avtur (published rate) untuk Bandara Internasional Soekarno Hatta Cengkareng mengalami penurunan dari Rp8.210 per liter menjadi Rp7.960 per liter. Harga ini lebih rendah sekitar 26 persen dibandingkan harga avtur (published rate) di Bandara Changi Singapura yang terpantau per tanggal 15 Februari 2019 sekitar Rp10.769 per liter. Sedangkan harga avtur di Bandara Juanda, Surabaya turun dari Rp8.800 per liter menjadi Rp8.740 per liter.
Di Bandara Adi Sucipto, DI Jogjakarta harga avtur turun dari Rp9.300 per liter menjadi Rp9.160 per liter. Begitu pun di Bandara Ngurah Rai, Denpasar harga avtur melandai dari Rp9.050 per liter menjadi Rp8.920 per liter.
Harga baru avtur ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No. 17/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Menurut Arya, Pertamina secara rutin melakukan evaluasi dan penyesuaian harga avtur secara periodik, yaitu sebanyak dua kali dalam sebulan. Pihaknya juga berkomitmen untuk menyediakan bahan bakar pesawat udara di 67 bandara yang tersebar di Indonesia.
Ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Ari Ashkara menyambut positif penurunan harga yang dilakukan oleh Pertamina. Menurutnya berapa pun harga yang turun, sangat membantu maskapai. ”Ini menandakan bahwa Pertamian peduli dengan industri penerbangan secara langsung dan industri pariwisata secara tidak langsung,” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Namun, harga avtur bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi biaya operasional pesawat. Struktur pembentuk harga lainnya adalah biaya ground handling, biaya perawatan pesawat, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar. Lalu apakah biaya lainnya tersebut perlu diturunkan? Ari menegaskan bahwa apapun faktor dan berapa pun penurunannya akan sangat membantu industri penerbangan yang saat ini dinilainya dalam posisi sulit.
Ari enggan mengomentari soal penurunan harga tiket pesawat. Menurutnya hal itu merupakan kebijakan menejemen maskapai.
Vice President Corporate Secretary PT Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan membenarkan, jika penurunan harga avtur ini sangat membantu kondisi maskapai. Grup Garuda Indonesia pun telah memberikan penurunan harga tiket hingga 20 persen. ”Sudah berlaku sejak 14 Februari,” ungkapnya.
Penurunan harva avtur ini dinilai rawan oleh ekonom INDEF Bhima Yudistira. Dia mengatakan penurunan harga avtur ini dapat membebani keuangan Pertamina. ”Bentuk penugasan yang sifatnya politis ini menciptakan potensial loss yang besar. Meskipun tercatat laba, tetapi marjin penjualan BBM Pertamina semakin tipis,” imbuhnya. Dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap kinerja eksplorasi migas serta menghambat pembangunan kilang minyak. Dalam jangka panjang, produksi minyak yang turun akan memperparah defisit migas.
Kementerian BUMN mencatat, pada kuartal ketiga 2018 Pertamina hanya mampu membukukan laba sebesar Rp5 triliun. Angka ini merosot drastis sebesar 81 persen dibandingkan laba perseroan pada periode sama tahun 2017 mencapai Rp26,8 triliun. Penyebabnya adalah kenaikan harga minyak dunia dan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Sebab, Pertamina saat ini masih harus mengimpor migas dan BBM mereka. “Sama halnya dengan PLN, implikasi penugasan ini berdampak pada rencana ekspansi khususnya pembangunan proyek tenaga listrik 35.000 MW yang realisasinya melambat,” ujar Bhima.
Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Khamid mengatakan keuangan perseroan tidak terlalu terdampak meski ada penurunan harga avtur. Sebab, meski dari sisi hilir tertekan pihaknya masih bisa mendapatkan keuntungan dari sektor hulu migas saat harga minyak dunia terkerek naik.(vir/lyn/jpg)