JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Keputusan Arab Saudi menutup kembali penerbitan visa umrah masih jadi misteri. Puluhan ribu calon jamaah umrah yang tertunda, belum bisa dipastikan kapan mereka bisa berangkat ke Makkah.
Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Oman Fathurrahman bersama tim sampai saat ini masih berada di Makkah. Mereka melakukan pemantauan langsung pelaksanaan umrah. Oman mengatakan masih ada 13 orang jamaah umrah yang masih berada di Makkah. Mereka belum bisa pulang karena masih harus menjalani karantina di hotel.
Oman mengatakan belum mendapatkan kabar pasti alasan Saudi menghentikan pengurusan visa umrah. Sampai akhirnya penerbangan umrah hanya terjadi tiga gelombang saja.
"(Visa dihentikan, red) Untuk dilakukan evaluasi terlebih dahulu atas pelaksanaan umrah yang sudah terlaksana," katanya, Ahad (15/11) malam.
Muncul dugaan bahwa visa umrah dihentikan karena ada jamaah umrah asal Indonesia yang dinyatakan positif Covid-19 di Makkah. Total ada 13 orang yang positif Covid-19. Delapan orang dari gelombang pertama dan lima orang asal gelombang kedua. Sementara untuk gelombang ketiga penerbangan umrah asal Indonesia tidak ditemukan kasus positif Covid-19.
"Saya tentu tidak tahu pertimbangan detailnya (menghentikan visa umrah, red). Tapi saya kira bukan hanya itu saja alasannya (jamaah Indonesia positif Covid-19, red)," kata Oman.
Dia mengatakan pelaksanaan umrah di tengah pandemi Covid-19 memang berat. Tetapi tugas pemerintah untuk tetap menjalankan fasilitas dan melayani serta melindungi jamaah. Sementara itu Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengeluarkan surat evaluasi dan rekomendasi penyelenggaraan umrah di tengah pandemi. Dalam surat itu Ketua Umum Amphuri Firman M Nur menyampaikan rekomendasi pra keberangkatan, saat berada di Saudi, maupun saat kembali ke Tanah Air.
Di antaranya travel tidak menerima pendaftaraan calon jamaah dengan penyakit penyerta atau komorbid. Mewajibkan jamaah menjalani karantina penuh selama dua hari di hotel kota embarkasi keberangkatan. Kemudian selama di Saudi, jamaah tidak melanggara turan karantina mandiri di hotel.
"Contohnya tidak keluar dari kamar hotel, tidak berkunjung ke kamar lain, dan tidak berkumpul-kumpul dengan jamaah lain," jelasnya.
Kemudian saat salat di Masjidilharam jamaah wajib berangkat bersama-sama dengan didampingi petugas atau pembimbing dari muassasah. Sementara itu Konjen RI Jeddah Eko Hartono mengatakan, pemberhentian penerbitan visa umrah untuk calon jamaah umrah Indonesia bersifat sementara. Hanya sekitar dua minggu. Pasalnya, pada 22 November 2020 nanti, bakal ada rombongan jamaah dari Indonesia yang datang untuk menjalankan ibadah umrah.
"Rencananya ada lagi 300-an jamaah Indonesia yang tiba," tuturnya dihubungi, Ahad (15/11).
Dari informasi yang diterima olehnya, penghentian ini hanya diberlakukan untuk Indonesia. Eko sendiri tak berani menduga-duga apakah kebijakan tersebut merupakan dampak dari adanya jamaah yang terdeteksi positif Covid-19. Sebelumnya, memang ada sekitar 13 orang jamah dari rombongan 1 dan 2 di awal November 2020 yang dinyatakan positif setelah di-swab PCR di sana.
"Sejauh ini tidak ada info resmi (alasan penyetopan visa umrah sementara, red)," paparnya.
Eko mengatakan, jeda waktu ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh pihak jamaah dan travel agent umrah untuk melakukan pesiapan yang lebih baik. Mengingat adanya jamaah yang tidak jelas hasil PCR-nya dan ketika diswab terdeteksi positif. Sementara jamaah Pakistan seluruhnya negatif. Sehingga, bisa lancar menjalankan rangkaian umrahnya.
Belum lagi, lanjut dia, ketika jamaah umrah pada rombongan awal terpantau melanggar aturan saat menjalani masa karantina. Masih ada yang tidak patuh. Mereka justru keluar hotel. kejadian tersebut pun secara langsung dilaporkan pada pihak Saudi sehingga bisa menjadi catatan buruk untuk jamaah Indonesia.
Disinggung soal hasil PCR dari Indonesia yang dibawah oleh jamaah Indonesia, Eko mengaku kurang paham mengapa hasil bisa berbeda. Ia enggan menerka-nerka mengenai ketepatan pengambilan specimen maupun adanya upaya-upaya nakal terhadap hasil tes PCR. Yang jelas, kata dia, dari penjelasan pihak Saudi, bisa jadi ketika dites di Indonesia gejala belum muncul. namun, ketika tiba di Saudi, gejala sudah ada sehingga langsung terdeteksi.
Ia pun sempat bertanya pada pihak Saudi terkait penunjukan satu laboratorium untuk tes swab PCR para calon jamaah. Karena pasti akan sangat memberatkan calon jamaah yang berada di luar kota. Mengingat, pihak Saudi di Jakarta hanya merekomendasikan pharmalab di Halim Perdanakusuma, Jakarta untuk urusan lab. "Kalau dari daerah kan rempong ya," katanya.
Namun jawaban yang diperoleh dari pihak penyelenggara umrah justru membuatnya terkaget. Ternyata, lokasi tes swab PCR dibebaskan. Tak terpaku pada satu Pharmalab saja. Mereka diperkenankan memilih laboratorium mana saja asal mendapat rekomendasi resmi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia.
"Saya juga baru dengar dari penyelenggara umroh Saudi. Perlu dicek lagi denga Saudi Jakarta itu," ungkapnya.
Terkait SOP ibadah umrah, Eko membenarkan bila masih berubah-ubah. Hal ini lantaran pihak Saudi masih mencari pola penanganan yang pas dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemic. Mengingat, semuanya merupakan hal baru.
"Jadi sekarang setelah datang di-swab. Kalau negatif langsung umroh, baru kemudian karantina," papar Eko.
Sementara, bagi yang terdeteksi positif bakal langsung dikarantina. Ia memastikan, semua biaya bakal dicover oleh Saudi sampai yang bersangkutan dinyatakan sembuh dan bebas COvid-19. Lalu, bagaimana jika masa karantina melebihi paketan umrah jamaah hingga membuat jamaah tak bisa ibadah umrah? Menurutnya, mereka nantinya dipersilahkan kembali menjalankan ibadah umrah. Semuanya akan ditanggung alias digratiskan oleh pihak Saudi. "Ditanggung semuanya. Sesuai janji penyelenggara umrah di Saudi," jelasnya.(wan/mia/jpg)