JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah mengambil langkah bersejarah di sektor tenaga kerja dengan menetapkan formula kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Penetapan ini sekaligus mengakhiri tarik ulur alot 12 tahun antara pelaku usaha dan serikat pekerja sejak 2003 lalu, saat Rancangan Peraturan Pemerintah Pengupahan mulai dibahas.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, formula penetapan UMP merupakan jalan tengah yang diambil pemerintah untuk menjamin agar para pekerja di Indonesia tidak jatuh dalam rezim upah murah. Adapun pengusaha juga mendapat kepastian berusaha. ‘’Jadi tidak perlu buang-buang tenaga tiap tahun (meributkan UMP, red),’’ ujarnya saat menyampaikan isi paket kebijakan ekonomi jilid 4 di Kantor Presiden, Kamis (15/10).
Darmin menyebut, formula kenaikan UMP menggunakan tiga indikator, yakni UMP tahun berjalan, ditambah dengan persentase pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
‘’Dengan formula ini, upah buruh naik setiap tahun. Sebab ada isu upah hanya akan naik lima tahun sekali, itu tidak benar,’’ katanya.
Sebagai gambaran, UMP ditetapkan oleh pemerintah daerah tiap 1 November. Misalnya, UMP 2016 akan ditetapkan pada 1 November 2015. Dengan begitu, angka pertumbuhan ekonomi yang dipakai sebagai basis perhitungan adalah periode Triwulan III 2014 hingga Triwulan II 2015, sehingga genap empat triwulan atau satu tahun. Sebab, angka pertumbuhan Triwulan III 2015 baru akan diumumkan BPS pada 5 November 2015.
Adapun inflasi yang akan digunakan sebagai basis perhitungan, kata Darmin, dihitung dari periode Oktober 2014 hingga September 2015, karena inflasi diumumkan per bulan. ‘’Jadi genap year on year satu tahun,’’ katanya. Sebab, jika mengambil periode inflasi hingga Oktober 2015, maka waktunya terlalu mepet karena baru akan diumumkan pada 1 November 2015, bersamaan dengan waktu pengumuman UMP.
Dengan formula tersebut, maka perhitungan kenaikan UMP tahun 2016 sudah bisa dihitung. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2015 dibanding Triwulan II 2014 atau year on year adalah 4,67 persen. Sedangkan angka inflasi September 2015 dibanding September 2014 atau year on year adalah 6,83 persen.
Sehingga, total kenaikan UMP tahun depan adalah 11,43 persen.
Jadi, misalnya UMP di suatu provinsi tahun ini adalah Rp2.000.000. Maka UMP provinsi tersebut pada 2016 nanti adalah Rp2.000.000 ditambah dengan 11,43 persen dari Rp2.000.000 atau Rp228.600. Sehingga, total UMP 2016 di provinsi tersebut menjadi Rp2.228.600.
Darmin mengatakan, formula kenaikan UMP ini sangat adil bagi pekerja. Sebab, penghitungannya menggunakan full persentase dari pertumbuhan ekonomi. Dia menyebut, di beberapa negara lain, sistem pengupahan tidak memasukkan memasukkan full pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi tersebut tidak sepenuhnya merupakan hasil kerja dari tenaga kerja, melainkan ada pula kontribusi dari pelaku usaha.
Misalnya, jika pertumbuhan ekonomi 5 persen, maka yang digunakan untuk perhitungan upah tenaga kerja bisa hanya 2 atau 3 persen saja. ‘’Kalau di kita, semua pertumbuhan ekonomi itu diberikan untuk pekerja,’’ ucapnya.
Menurut Darmin, skema perhitungan formula kenaikan UMP tersebut berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia. Namun, ada pengecualian bagi 8 provinsi yang saat ini UMP-nya masih di bawah komponen hidup layak (KHL), yakni Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
‘’Untuk delapan provinsi ini, diberi masa transisi selama empat tahun agar bisa menyesuaikan dengan KHL,’’ ujarnya.
Dengan begitu, maka UMP di delapan provinsi itu dalam empat tahun mendatang bakal naik lebih tinggi dibandingkan provinsi lain. Darmin mencontohkan, Sebab, jika saat ini UMP nya baru 80 persen, maka kekurangan 20 persen itu harus dicapai dalam 4 tahun atau harus menambah 5 persen per tahun, agar pada tahun ke lima, pekerja di provinsi tersebut sudah bisa menikmati UMP yang sesuai dengan KHL.
‘’Jadi kalau kenaikan UMP di provinsi lain 10 persen, maka di provinsi itu harus naik 10 persen ditambah 5 persen, sehingga menjadi 15 persen,’’ katanya.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menambahkan, terkait tuntutan serikat pekerja yang meminta evaluasi KHL, dia menyebut jika pemerintah memutuskan untuk melakukan evaluasi KHL tiap lima tahun sekali. Dengan begitu, KHL yang menjadi basis perhitungan UMP tahun ini, masih akan berlaku hingga lima tahun ke depan. ‘’Sebab berdasar survei BPS, perubahan pola konsumsi masyarakat kita itu tiap lima tahun,’’ jelasnya.
Lantas, apakah UMP tersebut bakal menjadi acuan bagi penetapan UM Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi? Hanif mengatakan jika formula tersebut harus menjadi acuan seluruh daerah.
Namun, dia menegaskan jika UMP hanya berlaku untuk buruh atau pekerja dengan masa kerja 0-12 bulan. Sehingga, untuk pekerja dengan masa kerja lebih lama, maka keputusan kenaikan gaji bisa menggunakan formula UMP yang sudah ditetapkan pemerintah, atau menggunakan formula yang ditetapkan sendiri dari hasil negosiasi perusahaan dan serikat pekerja. ‘’Itu nanti sudah bipartit (antara pengusaha dan pekerja, red),’’ ujarnya.
Karena itu, kata Hanif, pemerintah meminta kepada pekerja untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui serikat pekerja dan meningkatkan kapasitas individu agar memiliki nilai tawar saat bernegosiasi. Demikian pula kepada pelaku usaha, harus membuka luas kesempatan negosiasi dengan pekerja. ‘’Jangan sampai ada union busting (pemberangusan serikat pekerja, red),’’ tegasnya.
Hanif menyatakan, dalam hal upah tenaga kerja, publik juga harus melihat upaya pemerintah untuk meringankan beban pekerja. Misalnya, melalui program perumahan untuk buruh, pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan beberapa program lain yang bisa meringankan beban masyarakat. ‘’Jadi, jangan hanya dilihat dari sisi penerimaan dengan meningkatnya upah saja, tapi juga ada upaya mengurangi beban pengeluaran,’’ katanya.
Keputusan pemerintah menetapkan formula upah buruh disambut baik oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. Menurutnya, formula yang dirancang oleh pemerintah bisa membantu pengusaha untuk menentukan langkah pada tahun berikutnya. Kepastian investasi tersebutlah yang diinginkan oleh pengusaha selama ini.
‘’Kalau boleh jujur, masih ada beberapa pengusaha yang tak puas dengan kebijakan ini. Tapi, ini adalah pilihan terbaik di antara pilihan terburuk. Setidaknya, pengusaha bisa memprediksi berapa beban upah yang ditanggung tahun depan,’’ ujarnya saat dihubungi JPG, Kamis (15/10).
Dia menganggap, konteks upah minimum di Indonesia sudah bergeser dari makna awal. Seharusnya, upah minimum menjadi jaring pengaman sosial bagi masyarakat. Namun, tuntutan buruh dalam beberapa tahun terakhir seakan-akan menuntut agar upah minimum ada di standar upah rata-rata.
‘’Pengusaha pun tahu kalau upah minimum bukan upah rata-rata. Dan pada 2013, pun sempat akan dikoreksi oleh pemerintah SBY. Tapi, pemerintah daerah masih menggunakan hal itu sebagai komoditas politik,’’ tegasnya.
Jika tak diterapka formula, Hariyadi mengaku khawatir bahwa upah digunakan sebagai alat pendongkrak kampanye. Pasalnya, beberapa daerah juga bakal mengadakan pemilihan umum serentak dalam waktu dekat.
‘’Dari pengalaman selama 10 tahun. Hampir semua penetapan upah di daerah bermasalah. Memang idealnya ditetapkan pemerintah pusat,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku sangat kecewa dengan keputusan pemerintah. Padahal, pihaknya sudah memperingatkan kepada pemerintah untuk berhati-hati dari untuk penanganan upah.
‘’Dari mulai paket kebijakan satu, pemerintah terus membahas bagaimana pengusaha survive. Tapi, sekarang malah membuat kebijakan yang merugikan buruh. Ini sama sekali menghapuskan peran dewan pengupahan,’’ terangnya.
Dia pun mengaku bakal mengumpulkan massa pekerja untuk mengadakan aksi besar-besaran sebagai tanggapan. Dia pun menduga aksi tersebut juga bakal ditambahi dengan isu lain menjelang satu tahun pemerintahan Joko Widodo.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Indonesia (OPSI) Timboel Siregar punya pandangan berbeda. Menurutnya, boleh-boleh saja pemerintah menetapkan hal tersebut. Namun, kebijakan tersebut harus diterapkan setelah tidak ada regulasi yang berseberangan.
‘’Sudah jelas tercantum dalam undang-undang nomor 13 2003 pasal 89 ayat 3. Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dan diusulkan oleh dewan pengupahan, bupati, atau wali kota. Kalau mau terapkan, ubah dulu regulasi ini,’’ terangnya.
Setelah itu, pemerintah juga perlu menambahkan unsur indeks risiko kepada indikator formula pengupahan. Hal tersebut dinilai perlu untuk menjaga daya beli masyarakat jika terjadi krisis ekonomi seperti tahun ini. ‘’Selain itu, pemerintah tak boleh menyamaratakan persentase kenaikan upah. Karena pertumbuhan ekonomi dan inflasi di setiap daerah itu jelas berbeda. Kalau formulanya begitu, yang untung adalah daerah dengan gaji yang lebih besar.
Sedangkan, daerah yang baru berkembang tak punya kesempatan untuk menyamai inflasi di wilayah mereka,’’ tegasnya.
Sementara itu, terkait dua poin lain dalam paket kebijakan ekonomi jilid 4, Darmin menyebut merupakan kelanjutan dari poin yang sudah disinggung di paket kebijakan sebelumnya.
Misalnya, soal perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang kini boleh disalurkan untuk individu yang pasangannya berprofesi sebagai karyawan tetap, tenaga kerja Indonesia (TKI), maupun orang yang baru di-PHK. ‘’Sehingga, KUR bisa diakses lebih banyak orang dan membuka lebih banyak kesempatan kerja,’’ ujarnya.
Satu poin lain yang juga merupakan kelanjutan dari paket sebelumnya adalah perluasan kredit dari Indonesia Exim Bank. Lembaga di bawah Kementerian Keuangan ini bakal diberi keleluasaan untuk menyalurkan kredit berbunga rendah kepada UKM berorientasi ekspor atau UKM yang menjadi supplier dari eksporter, misalnya di bidang furnitur, handycraft, alas kaki, maupun perikanan dan perkebunan. ‘’Ini bagian dari upaya mendorong ekspor,’’ kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Pengusaha Bisa Stres Mendadak
Sementara, kalangan pelaku usaha waswas dengan penetapan formula kenaikan upah buruh yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV. Pasalnya, kondisi dan situasi perekonomian tahun depan tidak bisa diprediksi sebelumnya. Jika memburuk, pengusaha yang kena getahnya.
“Kami pasrah saja apa yang akan terjadi tahun depan. Kalau kondisinya masih seperti tahun ini, tetap buruk, dan ternyata upah harus naik 10 persen misalnya, pasti tidak kuat. Pengusaha bisa stress mendadak. Terpaksa pabrik kami tutup saja daripada rugi,” ujar Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Wijanarko saat dihubungi, Kamis (15/10).
Seperti diketahui pemerintah menetapkan formula baru kenaikan upah buruh dengan menjumlah tingkat inflasi dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Jika ternyata kondisi ekonomi tahun depan memburuk maka tidak ada alasan bagi pengusaha untuk menolak kenaikan upah buruh itu.
“Formulanya sudah diumumkan tidak mungkin kami tolak,” ungkapnya.
Apalagi para pengusaha mempertimbangkan jika serikat pekerja juga menolak hal itu maka akan terjadi tarik ulur lagi dengan pemerintah.
“Lebih baik kami berpikir nasionalis. Kami terima formula pemerintah supaya situasi aman terkendali, tidak malah bikin runyam di tengah situasi ekonomi yang buruk seperti ini. Biarlah tahun depan kami lihat saja bagaimana situasinya,” kata Eddy.
Meski begitu dia menilai formula baru kenaikan upah itu lebih aman bagi pengusaha ketimbang mengikuti proses penentuan tripartir seperti sebelumnya.
“Dulu zamannya Bu Atut (mantan Gubernur Banten, red) pernah ngawur, malam secara tripartit kami sudah sepakati kenaikan 11 persen, besoknya Bu Atut didemo serikat pekerja langsung dinaikkan jadi 30 persen,” kenangnya.
Dia berharap tahun depan kondisi ekonomi lebih baik sehingga pengusaha sanggup membayar kenaikan upah sesuai formula baru. Sebab tahun ini penjualan sepatu di dalam negeri anjlok hingga 17 persen.
“Tahun ini berat sekali, sudah kami kasih diskon 40 persen nggak laku, naik 60 persen masih tidak laku. Tahun depan semoga lebih baik karena proyek pemerintah sudah jalan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Ade Sudrajat mengakui formula baru tersebut akan membuat kepala daerah tidak bisa lagi seenaknya menetapkan kenaikan upah minimum provinsi maupun kota. Sebab mereka harus mengikuti aturan pemerintah sesuai formula penghitungan baru.
“Kalau tidak patuh harus kena sanksi,” tegasnya.
Selain itu, dia menilai formula penghitungan seperti itu seharusnya membuat tiap daerah berlomba-lomba memperbaiki kondisi ekonominya.
“Kalaupun upah buruh harus naik 10 persen itu oke saja. Artinya pertumbuhan ekonomi daerah itu tinggi, daya beli tinggi, pabrik semua jalan. Semua untung,” ungkapnya.
Di sisi lain pengusaha akan memilih daerah-daerah yang kondusif untuk berinvestasi. Jika suatu daerah dianggap tidak memiliki basis ekonomi yang kuat maka secara alami industri akan mencari daerah lain yang lebih prospektif.
“Misalkan di Jawa Tengah ada lima daerah, Jawa Barat dua daerah, investor pilih daerah yang bussines friendly atau upah pekerjanya ideal,” terangnya.
Dia menyambut baik formula penghitungan yang membuat upah buruh naik setiap tahun. Sebab dengan begitu daya beli masyarakat akan terjaga.”Dari sisi demand itu akan meningkat, sehingga otomatis akan menggerakkan sektor riil. Meskipun kita tidak pernah tahu ke depan apa yang akan menimpa ekonomi kita, karena banyak hal yang bisa mempengaruhi dari isu nasional hingga global,” jelasnya.(owi/bil/dyn/wir/jpg)