KPK Surati DPR Minta Tunda Pengesahan Revisi UU 30 Tahun 2002

Nasional | Senin, 16 September 2019 - 20:46 WIB

KPK Surati DPR Minta Tunda Pengesahan Revisi UU 30 Tahun 2002
Juru Bicara KPK Febri Diansyah

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat kepada DPR. Isinya meminta parlemen untuk menunda pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“KPK telah mengantarkan surat ke DPR siang ini yang pada pokoknya meminta DPR agar menunda pengesahan revisi UU KPK tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (16/9).


Febri menyampaikan, dalam surat itu KPK juga meminta draf revisi UU KPK dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) secara resmi untuk dipelajari lebih lanjut. Karena dalam proses pembentukan UU, DPR dan perlu mendengar banyak pihak.

“Seperti akademisi di kampus, suara masyarakat dan pihak-pihak yang terdampak dari perubahan aturan tersebut. Agar pembahasan tidak dilakukan terburu-buru dan terkesan dipaksakan,” ujar Febri.

Sebelumnya, Mantan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki, berharap DPR dengan pemerintah tidak terburu-buru membahas revisi UU KPK. Karena itu, para elite politik itu diminta untuk memperbanyak menyerap aspirasi dari berbagai pihak dalam melakukan revisi UU KPK.

“Mudah-mudahan presiden dan para menteri yang terlibat dalam perumusan revisi UU KPK, serta para anggota DPR yang terlibat dalam pansus mendengar. Kami para senior berharap pembahasan itu jangan terburu-buru, perbanyak menyerap aspirasi,” ujar Ruki dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9).

Ia juga menuturkan, hal itu perlu dilakukan karena seingatnya, sejak 2017 hingga saat ini belum ada pembicaraan mengenai revisi UU KPK dengan intens. Pembicaraan tentang apa saja dan bagaimana mengubah UU KPK itu tidak dilakukan dengan berbagai alasan.

“Terus terang kami sendiri pun belum tahu mana yang mau diubah dan seperti apa perubahannya. Kita tahu tentang SP3, Dewan Pengawas, SDM, tentang penyidik, penyadapan,” tukasnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, DPR setuju dengan seluruh catatan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam DIM revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Kecuali satu, ihwal pembentukan Dewan Pengawas KPK.

Menurutnya, kesimpulan itu merupakan hasil observasi yang ia lakukan setelah berdiskusi dengan sejumlah fraksi di Senayan, bukan hasil rapat Panitia Kerja (Panja) revisi UU KPK yang berlangsung pada Jumat (13/6) lalu.

“Rasanya, semua yang menjadi catatan dan itu tertuang dalam DIM pemerintah, itu DPR setuju. Kecuali, Dewan Pengawas, itu saja,” tukas Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat kepada DPR. Isinya meminta parlemen untuk menunda pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“KPK telah mengantarkan surat ke DPR siang ini yang pada pokoknya meminta DPR agar menunda pengesahan revisi UU KPK tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (16/9).

Febri menyampaikan, dalam surat itu KPK juga meminta draf revisi UU KPK dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) secara resmi untuk dipelajari lebih lanjut. Karena dalam proses pembentukan UU, DPR dan perlu mendengar banyak pihak.

“Seperti akademisi di kampus, suara masyarakat dan pihak-pihak yang terdampak dari perubahan aturan tersebut. Agar pembahasan tidak dilakukan terburu-buru dan terkesan dipaksakan,” ujar Febri.

Sebelumnya, Mantan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki, berharap DPR dengan pemerintah tidak terburu-buru membahas revisi UU KPK. Karena itu, para elite politik itu diminta untuk memperbanyak menyerap aspirasi dari berbagai pihak dalam melakukan revisi UU KPK.

“Mudah-mudahan presiden dan para menteri yang terlibat dalam perumusan revisi UU KPK, serta para anggota DPR yang terlibat dalam pansus mendengar. Kami para senior berharap pembahasan itu jangan terburu-buru, perbanyak menyerap aspirasi,” ujar Ruki dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9).

Ia juga menuturkan, hal itu perlu dilakukan karena seingatnya, sejak 2017 hingga saat ini belum ada pembicaraan mengenai revisi UU KPK dengan intens. Pembicaraan tentang apa saja dan bagaimana mengubah UU KPK itu tidak dilakukan dengan berbagai alasan.

“Terus terang kami sendiri pun belum tahu mana yang mau diubah dan seperti apa perubahannya. Kita tahu tentang SP3, Dewan Pengawas, SDM, tentang penyidik, penyadapan,” tukasnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, DPR setuju dengan seluruh catatan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam DIM revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Kecuali satu, ihwal pembentukan Dewan Pengawas KPK.

Menurutnya, kesimpulan itu merupakan hasil observasi yang ia lakukan setelah berdiskusi dengan sejumlah fraksi di Senayan, bukan hasil rapat Panitia Kerja (Panja) revisi UU KPK yang berlangsung pada Jumat (13/6) lalu.

“Rasanya, semua yang menjadi catatan dan itu tertuang dalam DIM pemerintah, itu DPR setuju. Kecuali, Dewan Pengawas, itu saja,” tukas Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).
Sumber: Jawapos.com
Editor:Erizal
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook