KERUSUHAN DI TANJUNG GUSTA

Napi Dendam Karena Sering Ditipu

Nasional | Minggu, 14 Juli 2013 - 12:44 WIB

Napi Dendam Karena Sering Ditipu
Petugas Sipir bersama Napi melakukan pembersihan sisa bangunan yang terbakar di Lapas Tanjung Gusta Medan, Sabtu (13/7/2013). Pasca kerusuhan Lapas penuh dengan puing sisa kebakaran. Foto: AMINOER RASYID/Sumut Pos/RPG

MEDAN (RP) - Pengakuan mengejutkan datang dari salah seorang warga binaan atau narapidana (napi). Dia menyebutkan, aksi kerusuhan dan kebakaran di LP Kelas I A Tanjunggusta, Medan, Kamis (11/7), lalu, sudah direncanakan sebelumnya. Motif utamanya karena dendam.

Fakta itu diungkapkan oleh seorang napi berinisial RN yang melihat langsung awal kejadian tersebut. RN diwawancara secara eksklusif oleh wartawan Sumut Pos (grup JPNN), Sabtu (13/7).  

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dia menjelaskan kejadian itu bermula ketika matinya arus listrik dan tidak adanya persediaan air untuk mandi dan sebagainya. “Sekitar jam 5 sore, kerusuhan mulai memanas. Pada hari itu, dari pagi hari hingga mau berbuka puasa, air dan listrik mati. Itulah yang membuat emosi para napi memuncak,” ujarnya

RN juga menceritakan, kerusuhan yang mengakibatkan sejumlah sipir dan Napi meninggal itu bukan didasari tidak adanya listrik dan air, melainkan karena dendam yang sudah lama berkarat. Dendam yang dimaksud dijelaskan RN adalah ketidakadilan dari pihak LP dalam menempatkan dan memutuskan tahanan bebas bersyarat.

“Di sini (LP Tanjung Gusta, Red) ada bebas bersyarat yang bisa bebas setelah menjalani separuh dari hukuman kita. Itu diurus langsung oleh yang bersangkutan. Permasalahannya, banyak para napi mengurus dan diminta biaya sebesar Rp37 juta. Namun bebas bersyarat tidak juga diterima. Ibaratnya para napi ditipu dan mengakibatkan dendam. Jadi ini sudah direncanakan dari dulu,” terangnya.

Masih pengakuan RN, pada saat awal kejadian, dia yang tinggal di lantai lima mendengar suara berisik dan berteriak dari lantai dua yang merupakan tempat khusus napi teroris dan tahanan yang akan dihukum mati serta yang sudah melakukan kejahatan berulang kali.

“Di sana berteriak-teriak dari dalam kamar. Karena jam 5 sore kami sudah masuk krengkeng. Mulailah didobrak sampai rusak bang. Berkeluaranlah mereka dan bergabung semua. Selanjutnya turun dan di situlah mulai perang bang,” terangnya.

Saat ratusan napi sudah berada di halaman, terang RN, mereka melempari penjaga dengan batu yang ada dan merusaki sarana Lapas. Sebagian napi memanjat dan membakar bagian mercusuar dan ruangan lainnya termasuk ruangan penjagaan.

“Perang batu di sana bang waktu itu, banyak penjaga tapi tidak mungkin bisa melawan. Karena jumlah napi di sini ribuan orang. Berlarian semua penjaga. Ada yang keluar, ada yang sembunyi dan ada yang masuk ke dalam ruangan. Semua ruangan dilempari pakai batu dan kayu bang. Aku melihat itu langsung. Aku di belakang mereka yang berperang,” terangnya.

Ditanya mengenai cara pembakaran LP tersebut, TN mengatakan kalau pembakaran itu dilakukan tanpa menggunakan bahan bakar seperti bensin dan lainnya. Dia mengisahkan pembakaran tersebut dilakukan secara manual dengan menggunakan mancis dan kayu yang mudah terbakar.

Selain itu, media pembakaran agar api mudah menyala, terang RN, para napi tersebut menggunakan kertas dan plastik yang ada di sana.

“Pakai plastik, kertas dan kain bang. Semua dibakar. Itu semua karena dendam bang. Tidak adanya keadilan untuk bebas bersyarat itu bang,”  terangnya.

Sipir Tewas, Bukan Unsur Sengaja

RN megatakan. Tewasnya beberapa sipir bukanlah unsur kesengajaan atau adanya penyekapan seperti yang dikabarkan beberapa media. RN memastikan tewas terpanggangnya para Sipir tersebut tanpa sepengetahuan dan rencana oleh para Napi.

“Para penjaga sembunyi di ruangan itu bang. Itu dilempari dan dibakar. Tidak ada yang tahu mereka sembunyi. Setelah pagi dan api sudah padam, barulah tahu ada yang mati terpanggang bang. Tidak ada penyekapan dan penahanan. Penjaga LP itu yang sembunyi. Mungkin karena api sudah besar dan ruangan tetap dilempar, mereka (Sipir yang menjadi korban,” bingung mau pergi kemana,” terangnya.

Mengenai jumlah napi yang kabur, RN mengatakan , sepengetahuannya, ada sekitar seratusan orang yang diantaranya empat orang Napi Teroris. Sementara dia meastikan kalau rekannya yang juga dipindahkan dari Lapas Klasa II A Pematangsiantar turut kabur.

“Ada kawanku yang dipindahkan dari Siantar ikut melarikan diri. Namanya Endra umurnya 27 tahun dan orangnya pincang. Terus ada kudengar kalau seorang Napi Teroris tewas kena tembak waktu mau melarikan diri,” akunya.

Usai keributan itu, RN yang bekerja sebagai petugas memasak makanan di LP Tanjunggustaitu mengatakan kalau mereka enggan menerima polisi masuk ke dalam LP. Pasalnya, RN mengatakan kalau rekannya sesama napi sangat membenci polis.

“Polisi itu arogan dan mau menjebak orang sehingga masuk penjara dan jadi napi. Banyak yang sudah merasakan. Selain itu, mungkin karena polisi yang menangkap dan menyiksa mereka waktu diperiksa. Aku saja pernah jadi korban penyiksaan,” kisahnya.

Hingga sampai saat ini, papar RN, para napi hanya memperbolehkan pihak TNI yang masuk ke dalam Lapas. Mereka bekerjasama memperbaiki ronsokan bangunan dan menyusun semua yang telah berantakan.

“Kami sama TNI kerja sama. Kami di sini memperbaiki dan membereskan bangunan yang terbakar ini,” akunya.

Penghapusan PP 99/2012

Akibat kejadian itu, RN mengatakan bahwa para napi meminta agar PP No. 99/2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, yang hanya mengubah ketentuan Pasal 34 tentang tata cara mendapatkan remisi, Pasal 36 tentang tata cara mendapatkan asimilasi, Pasal 39 tentang pencabutan asimilasi, dan Pasal 43 tentang Pembebasan Bersyarat dihapuskan.

Karena itu, terang RN, peraturan tersebut hanya memberatkan para napi yang tidak memiliki uang atau miskin.

“Banyak kawan yang mengeluh kalau peraturan itu yang saya tidak tahu isinya, hanya menguntungkan napi yang punya duit. Sementara kami yang tidak punya duit tidak bisa kasih. Padahal banyak yang sudah bayar Rp3 Juta tapi permohonannnya tidak dikabulkan. Yang banyak uang yang dikabulkan. Itu ang membuat napi di sini dendam,” pungkasnya.

Sementara itu, salah seorang warga binaan atau Narapidana (napi) yang sempat dikabarkan kabur adalah Erwin Siahaan, narapidana yang divonis 17 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Siantar terkait kasus perampokan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain sesuai Pasal 365 KUHPidana.

Dalam percakapannya dengan wartawan Sumut Pos , Erwin berkata, dirinya tak lari atau kabur seperti diberitakan media. “Buat apa saya lari, cuma mempersulit diri. Akhirnya terbukti banyak kawan yang kembali lagi. Ada pulang sendiri, ada juga yang ditangkap kembali,” ujarnya.

Ditanya perkiraan jumlah napi yang berhasil kabur, pria yang kerap disapa Erwin itu mengatakan ada ratusan orang yang terdiri atas beberapa kelompok.

“Sewaktu pintu didobrak, ada yang lari. Jumlahnya sekitar ratusan orang. Mereka lari dari pintu depan. Saya hanya memantau dari lantai 5,” ujarnya sembari menginformasikan selnya terletak di lantai 5.

Pelarian pertama, terang Erwin, berhasil dilakukan kelompok pertama yang berjumlah ratusan orang. Sedangkan pada kesempatan berikutnya, napi sulit kabur karena pintu sudah dijaga ketat oleh pihak kepolisian bersenjata lengkap.

“Sekitar jam 5 sore kejadiannya itu. Di situ masih mulai rusuh. Beberapa menit kemudian  terjadi perang  batu. Nah, di situlah para napi berlarian,” terangnya.

Dalam telepon yang berdurasi sekira 30 menit itu, terdengar suara berisik layaknya keramaian beberapa kali terdengar suara benturan kayu dan barang-barang lainnya. Selain itu juga terdengar suara beberapa orang yang sedang bekerja sama dan saling suruh menyuruh.

“Sudah mau makan siang, ayo apel, apel siang. Baris, nanti lagi dilanjutkan,” ujar seorang pria dari seberang telepon. "Sudah dulu ya Bos, di sini aku lagi bantu-bantu tentara bersihkan penjara ini. Kami mau apel siang,” pungkasnya. (wis)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook