SURABAYA (RIAUPOS.CO) – Dengan skema serangan di tiga titik sekaligus, pelaku berharap korban jiwa akan tinggi. Namun, harapan tersebut gagal karena eksekusi yang masih dianggap amatir. Menurut mantan kombatan Jamaah Islamiyah Ali Fauzi, boleh dibilang serangan tersebut gagal. ”Untung saja eksekusinya seperti itu. Sebab, skema serangan dirancang untuk membunuh sangat banyak,” kata mantan teroris yang kini mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian tersebut.
Dia menganalisis, serangan itu dirancang tak lebih dari dua hari. ”Sepertinya, bahan-bahannya sudah ada, tinggal membuat firing device saja,” imbuhnya.
Bahan peledak yang digunakan pelaku adalah TTAP (triacetone triperoxide), bahan peledak yang dikenal dengan nama populer bom induk setan. Ali Fauzi menduga bahwa high explosives yang digunakan pelaku masing-masing mencapai sekitar 4 kg.
”Melihat daya ledaknya seperti itu, kemungkinan beratnya ya seperti itu,” katanya.
TTAP adalah bahan yang mudah didapat dan dibuat. Terutama di kalangan ikhwan jihadi. Karena itulah, bahan tersebut selalu menjadi bahan peledak dalam aksi terorisme 2011 ke belakang. Sebab, gampang membuatnya.
Dugaan TTAP itu muncul setelah dia melihat asap ledakan. Selain TTAP, teroris di Indonesia kadang menggunakan ramuan yang dikenal sebagai black powder. Bahan yang hampir sama dipakai para nelayan untuk menangkap ikan, yang biasa disebut bom bondet. Tapi, dari asap ledakan yang ada, Ali Fauzi menyatakan, hampir tidak mungkin bahannya black powder.
”Jika black powder, asapnya lebih pekat dan hitam. Tidak putih seperti itu,” tambahnya.
Kendati menilai bahwa aksi kemarin tidak terlalu berhasil, Ali Fauzi meminta aparat untuk terus mewaspadai sel-sel baru teroris itu. ”Mereka terus belajar. Sebab, mereka mempunyai ketekunan, nyali, dan kekerasan hati yang tak mudah ditekuk,” ucapnya.
”Soal teknis bisa dengan mudah dipelajari,” tambahnya.