JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Perdebatan mengenai hukuman mati terhadap Ferdy Sambo masih terjadi di ruang publik. Terlebih ada KUHP baru yang akan berlaku pada Januari 2026 mendatang. Dalam KUHP baru terdapat ketentuan hukuman mati bisa berubah menjadi pidana seumur hidup dengan ketentuan tertentu.
Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan, apabila hukuman mati Sambo telah mendapat kekuatan hukum tetap atau inkracht masih bisa terjadi transisi pemberlakuan KUHP baru. Dengan catatan, Sambo belum dieksekusi mati pada 2026 mendatang.
“Secara umum, bagi terpidana mati yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap sebelum awal Januari 2026 nanti, tetapi masih belum dilaksanakan eksekusinya, maka berlakulah ketentuan pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo),” kata Albert kepada wartawan, Selasa (14/2).
“Yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama menguntungkan bagi pelaku,” imbuhnya.
Pasal 3 ayat (1) KUHP baru berbunyi, dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana.
Hal ini didasarkan pada paradigma pidana mati dalam KUHP nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif sesuai Pasal 67 KUHP Nasional. Sifat pidana mati itu untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap pidana mati.
Pasal 67 KUHP baru berbunyi, pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
“Oleh karena itu, terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional akan berlaku ketentuan transisi yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung masa tunggu yang sudah dijalani dan juga assesment yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut,” jelas Albert.
Meski begitu, Albert mrmastikan, berlakunya KUHP baru tidak akan begitu saja menghapuskan pidana mati. Sebab, segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui assesment yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
“Saat KUHP Nasional berlaku nanti membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden. Jikalau permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (pasal 101),” pungkas Albert.
Aturan mengenai pidana mati dalam KUHP baru tertuang dalam Pasal 98 hingga Pasal 102. Dalam pasal 99 ayat (1) dijelaskan bahwa pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak presiden.
Kemudian Pasal 100 ayat (1) dijelaskan Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan mempertimbangkan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri;
b. peran terdakwa dalam tindak pidana; atau
c. ada alasan yang meringankan.
Pasal 100 ayat (2) berbunyi Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. Pada ayat (3) dijelaskan Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam ayat (4) menyebutkan bahwa jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Lalu pada ayat (5) menjelaskan terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
Dan pasal 101 berbunyi ika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan keputusan presiden.
Sebelumnya, Ferdy Sambo divonis pidana mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana mati,” kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/1).
Sambo dianggap secara sah terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP ayat (1) ke-1. Sambo juga dianggap bersama melakukan pidana tanpa hak atau melawan hukum yang membuat sistem elektronik tidak bekerja semestinya sesuai Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman