JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Anggota MPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengatakan bahwa bulan suci Ramadan 1442 H akan segera hadir. Di bulan itu, seluruh umat Islam Indonesia melaksanakan ibadah puasa dari mulai terbit matahari hingga terbenam.
Ritual ibadah selama satu bulan penuh itu sangat dimuliakan oleh seluruh umat Islam, untuk itu sangat dibutuhkan toleransi yang tinggi dari seluruh rakyat Indonesia yang berbeda keyakinan untuk selalu menjaga kesucian Ramadan.
Toleransi yang dimaksud adalah saling menghormati. Selama bulan suci berlangsung, baik yang menjalankan ibadah puasa atau yang tidak berpuasa karena perbedaan agama atau umat Islam memang ada halangan yang diperkenankan syariat, mesti bersama-sama menjaga sikap di ruang publik.
“Ketika toleransi itu terbangun, maka akan menjadi satu perilaku kolektif yang baik sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan nyaman, damai. Perbedaan yang ada menjadi sesuatu yang tidak lagi menjadi sumber pertentangan,” katanya.
Hal tersebut disampaikannya, saat hadir secara virtual dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Menjaga Toleransi di Bulan Suci Ramadan’ kerjasama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Hadir sebagai narasumber, peneliti dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Okky Tirto, M.Hum dan awak media massa nasional baik cetak, elektronik serta online sebagai peserta.
Untuk membangun toleransi seperti itu, lanjut Bukhori, masyarakat Indonesia mesti menjadikan tradisi, keadaban, dan etika menjadi sebuah standar hubungan antar sesama manusia Indonesia. Jika berhasil maka, akan muncul kehidupan bermasyarakat yang saling memahami.
Diutarakan Bukhori, negara sendiri sangat tegas terhadap persoalan penghormatan kepada pemeluk agama Islam dan agama lainnya, serta menjamin kebebasan beragama tanpa gangguan, yakni melalui UUD NRI Tahun 1945 Pasal 29 ayat 1 yang jelas memposisikan agama sebagai satu dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak bisa dipertentangkan lagi dan ayat kedua, negara menjamin tiap penduduk bebas menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya.
Bukhori berharap agar semua elemen bangsa menjaga toleransi dengan baik selama Ramadan berlangsung. Dan kepada umat Islam, tidak usah diragukan lagi, negara sangat menjamin kebebasan beribadah.
Namun, saat ini pandemi Covid-19 masih melanda. Sehingga, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk memutus rantai penyebaran virus, salah satunya dengan pembatasan-pembatasan kegiatan, termasuk ibadah. Sekali lagi, hal itu bukan untuk menghalangi hak beribadah tapi untuk alasan kesehatan. “Isilah bulan mulia ini dengan amal ibadah seperti sholat Tarawih dan lainnya, tentu dengan mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan selalu menerapkan gaya hidup sehat,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Okky Tirto tegas mengatakan bahwa soal toleransi, bangsa Indonesia sudah matang dipanggang sejarah. Artinya, toleransi adalah nyawanya rakyat Indonesia sejak dulu hingga kini. Sebab, walaupun berbeda-berbeda suku, budaya dan lainnya, saling menghormati selalu ada dalam tradisi.
Contohnya, suku Abui yang biasa juga disebut juga suku Barawahing, Barue atau Namatalaki merupakan suku bangsa yang mendiami wilayah Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Suku ini memiliki satu semboyan yang sangat terkenal yakni ‘Tara Miti Tomi Nuku’ artinya, meskipun berbeda tapi satu dalam hati. Lalu ada Pela Gandong di Maluku, dan masih banyak lagi suku yang memiliki semboyan persatuan. Luarbiasa dewasanya mereka dalam menghadapi perbedaan.
“Intinya, rakyat Indonesia sudah sangat memahami bagaimana menyikapi perbedaan yang ada bahkan perbedaan agama. Sikap mereka biasa saja, tidak ada yang perlu diributkan. Saya rasa toleransi sudah menjadi bibit di negara Indonesia. Kita hanya dituntut untuk selalu menyiramnya dan menjaganya sehingga terus tumbuh kuat sehingga bisa bertahan dari segala gangguan,” katanya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: E Sulaiman