JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rentetan bencana alam yang terjadi di tanah air harus segera diantisipasi dengan upaya evaluasi dan penataan ruang kembali di wilayah-wilayah rawan bencana, untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak saat terjadi bencana alam.
"Wilayah Indonesia memang dikelilingi oleh rangkaian gunung berapi dan sejumlah lempeng tektonik yang menyebabkan sejumlah wilayah menjadi rawan bencana," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalan keterangan tertulisnya, Senin (12/4/2021) kemarin.
Secara geografis, ungkap Lestari, Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Posisi tersebut menjadikan Indonesia dilewati oleh tiga jalur lempeng tektonik, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Bencana alam di Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat Badai Seroja yang meluluhlantakan sebagian besar kabupaten di NTT beberapa waktu lalu, ungkap Rerie, berdasarkan sejumlah pakar salah satunya disebabkan posisi geografis Indonesia yang diapit benua Asia dan Australia serta dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
"Sejumlah kondisi geografis yang bepotensi menyebabkan bencana alam di Indonesia harus disikapi secara serius dengan penataan ulang sejumlah wilayah rawan bencana di Indonesia," katanya.
Langkah penataan ulang tersebut, ujar Rerie, juga harus diikuti upaya rekayasa teknik atau bahkan relokasi hunian-hunian yang berada di wilayah rawan bencana.
Data per Sabtu (10/4) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebutkan akumulasi dari seluruh kabupaten dan kota di NTT yang terkena banjir, longsor dan Badai Seroja tercatat 175 orang tewas, 45 hilang dan 24.645 rumah rusak.
Sedangkan gempa bumi dengan magnitudo 6,1 yang mengguncang wilayah selatan Malang, Jawa Timur berdasarkan laporan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Minggu (11/4), mengakibatkan 507 rumah rusak dan delapan orang meninggal. Selain itu sejumlah rumah sakit dan Puskesmas di sejumlah kabupaten di Jawa Timur juga mengalami kerusakan.
Menurut Rerie, sejumlah korban jiwa dan kerusakan bangunan yang disebabkan bencana alam tersebut harus menjadi bahan evaluasi, sehingga bisa digunakan sebagai dasar mengambil langkah untuk pencegahan timbulnya korban pada sejumlah bencana yang diperkirakan terjadi di masa datang.
Selain itu, tegas Rerie, kecepatan sosialisasi informasi terkait bencana alam juga harus terus diupayakan, sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan berbagai upaya antisipasi.
"Langkah-langkah antisipatif dalam menghadapi bencana alam di negara yang dikelilingi fenomena alam yang berpotensi menimbulkan bencana, seperti Indonesia, harus terus didorong untuk menghindari munculnya korban dalam setiap bencana," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: E Sulaiman