PEMBANGUNAN PARIWISATA

Peran Akademisi Dalam Kemajuan Industri Pariwisata

Nasional | Rabu, 13 Maret 2019 - 16:13 WIB

Peran Akademisi Dalam Kemajuan Industri Pariwisata
Mahawan Karunisa, Ketua Jaringan Ahli Jaringan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK) (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah melalui Kementrian Pariwisata sedang mendorong peran akademisi dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Maka dibentuk Monitoring Center for Sustainable Tourism Observatory (MCSTO) dimana organisasi adalah bentuk kerjasama universitas dengan lembaga penelitian dan Kementrian Pariwisata serta World Tourism Organization (UNWTO).

Setidaknya, ada sekitar 25 MCSTO di seluruh dunia yang telah diakui UNWTO. Lima diantaranya berada di Indonesia.  Diperkirakan jumlah MCSTO pada awal tahun ini akan mencapai 12 MCSTO yang akan menangani 10 Destinasi Pariwisata Prioritas dan destinasi lainnya.

Baca Juga :Ribuan Warga Penuhi Wisata Pantai

Ketua Jaringan Ahli Jaringan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK), Mahawan Karunisa yang juga merupakan dosen ilmu lingkungan, Universitas Indonesia (UI) dalam Program Kerja MCSTO di Jakarta, kemarin,  menjelaskan, perspektif pariwisata dan pariwisata berkemajuan secara akademisi.

“Pariwisata sangat berbeda dengan pariwisata berkelanjutan, pariwisata hanya berorientasi pada kegiatan wisata dan fasilitasnya. Sedangkan dalam pariwisata berkelanjutan, kegiatan wisata dan keberadaan fasilitasnya selain meningkatkan ekonomi wilayah, namun juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, menjaga kelestarian budaya dan lingkungannya,” katanya.

Dia menambahkan, pariwisata berkelanjutan terus dikembangkan untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing maupun pertumbuhan wisatawan nusantara. Sektor pariwisata ditargetkan menyalip kelapa sawit dalam perolehan devisa. Pariwisata berkelanjutan menjadi kunci upaya menjaga pertumbuhan ekonomi pada saat harus menjaga kondisi lingkungan untuk menghadapi perubahan iklim maupun target Sustainable Development Goals (SDGs).

Mahawan menuturkan bahwa pariwisata berkelanjutan sangatlah unik, mampu menambah nilai ekonomi sawah dari sekedar panen gabah, menjadi lebih mahal untuk selfie daripada dipanen.

“Hutan menjadi lebih menguntungkan dipandang daripada ditebang. Momentum ini harus dijaga untuk menghadapi periode 2020-2030, dekade penting dalam menghadapi isu lingkungan global,” pungkasnya.(hbk)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook