JAKARTA (RIAUPOS.CO) -Pemerintah akhirnya membatalkan rencana kenaikan tarif cukai rokok untuk 2019. Kebijakan ini melawan tren kenaikan cukai rokok rata-rata 10,5 persen yang secara konsisten diambil oleh pemerintah beberapa tahun belakangan.
Pengamat Indef Bhima Yudhistira memandang, dari sisi penerimaan cukai, sepertinya tahun depan pemerintah bakal sulit mengejar target karena disatu sisi produksi rokok memang konsisten turun. Ditambah, kata Bhima, outlook ekonomi tahun depan masih stagnan di angka 5,1 persen.
“Artinya tidak ada kenaikan permintaan pada barang kena cukai,” ujarnya kepada jawapos.com, Ahad (11/11).
Bhima menambahkan, hal ini juga menjawab bahwa yang membuat kerugian kesehatan tidak hanya rokok tapi juga asap kendaraan bermotor dan minuman berpemanis.
“Pemerintah tidak bisa ketergantungan pada cukai rokok saja. itu tidak fair. Kenapa tidak berani? Tinggal tekan DPR untuk mengesahkan,” tegasnya.
Terlepas dari target penerimaan cukai, Bhima menambahkan, perluasan basis cukai ini memang perlu dengan alasan pengendalian barang yang punya eksternalitas negatif.
Bhima Yudhistira menyampaikan, padahal hubungan cukai rokok dengan pembiayaan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebenarnya bisa ditutup semua dengan cukai rokok yang eksisting.
“Penerimaan cukai rokok per tahunnya Rp100 triliun kenapa hanya menutup defisit yang hanya sebesar Rp16,5 triliun tidak bisa?,” ujarnya.
Bhima menjelaskan, mekanismenya dapat menggunakan Dana Bagi Hasil (DBH) cukai yang dikhususkan untuk membayar defisit BPJS Kesehatan.
“Di sini pemerintah kelihatanya masih belum bisa melobi pemerintah daerah (Pemda),” tuturnya.
Kesimpulannya, Bhima menambahkan, andaikan tahun depan cukai rokok tidak naik pun pemerintah bisa tambal defisit BPJS Kesehatan.(mys/jpg)