MEDAN (RP) - Pasangan suami istri itu tampak bingung. Mata mereka merah, mungkin karena letih atau mungkin juga efek setelah seharian menahan tangis. Yang pasti mereka berusaha duduk dengan tenang tenang di koridor depan ruang Rindu B Anak, Perinatologi Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik, kemarin.
Mereka adalah Budiono (37) dan istrinya Islin (33), warga Dusun Hutabaru, Desa Pulodogom, Kecamatan Kualuhulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura). Anak kedua mereka lahir pada 1 April lalu harus dirawat intensif karena mengalami penyakit Ambigouse Genetalia atau kelamin ganda.
”Saya tidak pernah merasakan keganjilan saat hamil, anak saya lahir normal dibantu bidan desa. Saya dan suami bener-benar gak ngerti soal-soal ini, saya binggung,” ungkap Islin.
Bayi mereka diketahui memiliki kelamin ganda setelah bidan yang membantu persalinan curiga dengan adanya kelainan di alat vital sang bayi. Namun, karena untuk menjaga kondisi Islin yang masih lemah, bidan mengatakan bahwa anaknya kekurangan cairan sehingga harus dibawa ke Rumah Sakit Umum Kabupaten Labura.
”Suami saya sebenarnya tahu alasan kenapa anak saya dibawa oleh bidan ke rumah sakit, tapi karena takut saya pendarahan dan drop, dibilang kalau anak saya itu kurang cairan. Tapi, ada keganjilan juga karena pipis anak saya itu ngerembes ke bawah. Kalau yang kami lihat sih dia laki-laki, karena penisnya di atas. Tapi gak tahu ternyata ada vaginanya juga,” katanya.
Pada usia ketiga hari, anaknya dibawa ke RS Labura dan setelah diperiksa ternyata anaknya tersebut memang memiliki kelamin ganda. Setelah dirawat beberapa hari, anaknya dibawa pulang ke rumah dan di situlah Islin baru tahu bahwa anaknya memiliki kelamin ganda. ”Yah karena suami, saya jadi kuat. Semua serahkan saja sama Yang Kuasa,” katanya.
Setelah itu, melalui informasi dari media dan bidan yang menanganinya, Bupati Labura yang diwakili oleh Dinas Kesehatan Labura mengunjungi Dafa Davira ke rumah mereka. Pada hari ke-10, wali kota menyarankan bayinya dirujuk ke RSUP Adam Malik.
Kekhawatiran pasangan suami-istri ini pun terpecah, setelah sebelumnya ia sempat putus asa karena tidak memiliki biaya. Budiono hanya berprofesi sebagai pedagang es potong dan es goreng keliling. Jelas penghasilannya tidak akan bisa menutupi biaya jika anaknya harus melakukan operasi.
Saat ditanyai keinginan, ia dan istrinya, menginginkan anaknya laki-laki karena anak pertamanya bernama Rani sudah perempuan. ”Kalau nanti hasilnya anak saya laki-laki akan saya beri nama Dafa, kalau anak saya wanita saya beri nama Davira. Tapi kalau saya dan istri maunya laki-laki. Tapi kalaupun nanti dia perempuan yah gak apa-apa lah, yang penting sehat,” akunya.
Pihaknya tiba di RSUP H Adam Malik pada Rabu (10/4) malam didampingi Kepala Dinas Labura, Siti Roilan Siregar. ”Semua biaya ditanggung pemerintah, kami sampai di sini Rabu malam didampingi langsung sama Ibu Dinkes,” katanya.
Dokter di RSUP H Adam Malik yang menangani bayi tersebut, dr Sylvi Febriza Rizkasari mengatakan, menurut diagnosis awal bayi mungil tersebut memang benar mengalami Ambigouse Genetalia. Namun untuk proses selanjutnya, pihaknya belum dapat melakukan apa-apa karena menunggu jawaban dari pihak Endokrinologi (spesialis hormon dan aktivitasnya).”Untuk penanganan medis seperti operasi, kita belum tahu kapan karena kita menunggu dari pihak Endokrinologi,” katanya.
Lanjutnya, sampai saat ini, pihaknya hanya melakukan pemeriksaan prosedur atau luar saja. ”Kita belum lakukan tes DNA, USG dan pemeriksaan organ dalam, apakah anak tersebut memiliki rahim, kromosomnya apa kita belum tahu. Tapi memang analisis awalnya ada vagina dan penis, kita tetap akan menunggu dari pihak Endokrinologi,” katanya lagi.
Dr Sylvi menambahkan, akan dilakukan pendekatan lebih dalam, sehingga dapat diterangkan kepada keluarganya kelamin apa yang akan dipilih. Untuk saat ini, lanjutnya, kondisi anak stabil, berat badan anak ketika lahir 2.900 gram dan saat ini 3.050 gram.”Tidak ada ditemukan kelainan lainnya,” pungkasnya (rpg/ade)