JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- IKATAN Dokter Indonesia (IDI) memperingatkan adanya varian baru SARS-CoV, penyebab Covid-19 yang disebut N439K. Di sisi lain vaksinasi masih terus berjalan. Selain vaksinasi, pemerintah daerah diminta untuk serius dalam penanganan Covid-19.
IDI menyatakan bahwa sudah ada 30 negara yang teridentifikasi terdapat mutasi N439K yang dianggap lebih cerdas. Ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak. Tak terkecuali di Indonesia. Meski demikian, Juru Bicara Kemenkes terkait Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa belum ditemukan virus ini di Indonesia. "Sampai saat ini belum ada laporannya ya," kata Nadia, Kamis (11/3).
Sementara mutasi virus Covid-19 jenis B.1.1.7 sudah ditemukan di Indonesia. Kemenkes melaporkan ada enam orang yang terinfeksi varian baru ini.
Untuk itu peringatan dari IDI tak boleh disepelekan. Selain itu, agar tak kecolongan seperti enam kasus B.1.1.7 maka diperlukan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan.
Untuk memutus rantai penularan, selain disiplin protokol kesehatan juga dilakukan vaksinasi. Dengan vaksinasi maka terbentuk herd immunity atau kekebalan kelompok. Pemerintah mulai menyasar untuk vaksinasi bagi kelompok rentan pada gelombang ketiga.
Kegiatan yang diberi nama Program Sentra Vaksinasi Bersama itu merupakan kolaborasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN dan Indonesia Healthcare Corporate (IHC).
Tahap ketiga vaksinasi diperuntukkan bagi masyarakat kelompok rentan, di antaranya penyandang disabilitas dengan sasaran sekitar 63,9 juta orang. Dan terakhir tahap keempat vaksinasi diberikan kepada kelompok masyarakat lainnya dengan sasaran 63,9 juta orang. Sentra vaksinasi bersama saat ini telah memulai tahap ketiga, yang menyasar penyandang disabilitas yang memiliki kartu tanda penduduk atau KTP DKI Jakarta.
Kemarin, vaksin kepada penyandang disabilitas dimulai. Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia mengungkapkan apresiasinya atas kegiatan ini. Menurut Angkie, terlaksananya pelaksanaan vaksinasi untuk penyandang disabilitas ini sesuai dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang meminta agar tidak ada penyandang disabilitas yang tidak merasakan program pemerintah. "Program pemberian vaksin ini juga selaras dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo saat perayaan hari disabilitas internasional 2020, kala itu Bapak Presiden mengatakan bahwa jangan sampai ada penyandang disabilitas yang tertinggal dari program layanan yang diberikan pemerintah," tutur Angkie.
Sementara itu, vaksin AstraZeneca yang telah mendapat izin darurat atau emergency use authorization (EUA) dari BPOM dipertanyakan oleh Fraksi PKS. Pasalnya vaksin yang dikembangkan Oxford University itu tidak melalui uji klinis BPOM. Anggota Fraksi PKS Netty Prasetiyani mempertanyakan hasil efikasi 62 persen tersebut asalnya dari mana. Dia meminta pemerintah supaya memastikan proses izin untuk vaksin tersebut berjalan sesuai prosedur standar. Jika tidak, justru akan menimbulkan rasa tidak aman dan yakin di kalangan masyarakat, yang justru bisa membuat penolakan terhadap vaksin pun meningkat.
"Meskipun AstraZeneca diperoleh dengan skema COVAX WHO secara gratis, bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan efikasi, kualitas, dan kehalalannya. Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan," tegasnya.
Netty mengusulkan agar vaksin AstraZeneca ini diperlakukan sama seperti Sinovac. Sebelumnya, Sinovac yang datang lebih awal harus melewati uji klinis hingga tiga tahap oleh BPOM, baru kemudian mendapat EUA. Dia menegaskan jangan sampai ada kepentingan bisnis dan politis dalam pengadaan vaksin AstraZeneca ini.
Dia pun menegaskan jika AstraZeneca mendapat EUA dengan efikasi yang lebih jelas, proses pemberian vaksin juga harus dipercapat. Netty mencatat bahwa capaian pemberian vaksin pemerintah saat ini masih jauh dari ideal. Pemerintah yang tadinya berniat memberikan vaksin 1 juta dosis per hari, hingga kini baru sanggup mencapai 200 ribu dosis saja per hari.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri bidang Pemerintahan Suhajar Dewantoro mengingatkan Pemda untuk menggunakan dana penanganan covid secara akuntabel dan tepat sasaran. Apalagi, total dana yang dialokasikan cukup besar.