JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta regulasi yang mengatur pulau dilebur di satu kementerian. Pasalnya, saat ini, terdapat dua kementerian yang mengatur regulasi tersebut, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN).
"Di 2020 ini saya berharap kepada KKP (untuk memegang regulasi), karena ada dua regulasi yang mengatur pulau, yang mengatur KKP dan ATR/BPN," kata Anggota KNTI yang juga nelayan di Pulau Pari, Sulaiman di Jakarta, Minggu (12/1).
Salah satu kasus yang menyebabkan hal tersebut harus dilaksanakan adalah pengklaiman perairan Natuna yang dilakukan Tiongkok. Sebab, Kepulauan Natuna dikuasai oleh tiga negara, yakni Tiongkok, Taiwan serta Indonesia.
Sebelumnya Sulaiman meminta kepada ATR untuk menerbitkan sertifikat tanah di daerahnya. Akan tetapi, ia menyebutkan bahwa pihak ATR melempar tanggung jawab ke KKP, sebab kementerian tersebut mengatur pulau-pulau kecil.
"Setelah di klaim Tiongkok, ATR itu buru-buru berkoordinasi dengan KKP. ATR buru-buru mengeluarkan sertifikat, sebelumnya kan kayak ditunda-tunda gitu," ucapnya.
Peleburan regulasi ini harus dilaksanakan secepatnya. Sebab, bukan hanya Kepulauan Natuna yang berada di daerah pesisir yang sewaktu-waktu juga dapat diklaim sepihak oleh negara lain.
"Saya itu mengajukan reforma agraria (RA) terkait pulau kecil, mencoba memberikan pandangan kepada pemerintah pusat soal reforma agraria, di pulau-pulau perbatasan itu bukan cuma Pulau Natuna, pemeritah harus bisa melihat (ancaman)," tutupnya.
Seperti diketahui, pada Rabu (8/1) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra menyerahkan 102 sertifikat tanah untuk masyarakat di Kepulauan Natuna. Hal tersebut sebagai bukti serta mempertegas bahwa Natuna merupakan bagian Indonesia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal