Cegah Petahana Curang, Mendagri Keluarkan Surat Edaran

Nasional | Selasa, 11 Februari 2020 - 21:07 WIB

Cegah Petahana Curang, Mendagri Keluarkan Surat Edaran
Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan SE untuk mencegah petahana bermain curang. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan surat edaran tentang penegasan dan penjelasan terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020 dengan nomor 273/487/SJ, tertanggal 21 Januari 2020. Surat edaran itu ditujukan untuk Gubernur, Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.

Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar menyampaikan, surat edaran tersebut dikeluarkan dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Surat edaran itu juga dikeluarkan untuk mengantisipasi potensi terjadinya pelanggaran oleh kepala daerah.


"Pak Mendagri telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang menegaskan penjelasan untuk menyukseskan Pilkada Serentak 2020, dari mulai dukungan Pemda, penggantian pejabat oleh kepala daerah yang melaksanakan Pilkada, pengisian kekosongan jabatan kepala daerah, sampai pada dukungan PNS pada sekretariat KPU maupun Bawaslu," kata Bahtiar dalam keterangannya, Selasa (11/2).

Menurut Bahtiar, SE itu dikeluarkan sebagai upaya pencegahan dini untuk mengantisipasi potensi terjadinya pelanggaran oleh kepala daerah, pejabat negara, maupun pejabat daerah. Apalagi apabila mereka menjadi petahana yang akan kembali mencalonkan dirinya di Pilkada Serentak 2020.

"Ini upaya preventif, jangan sampai di kemudian hari ada kepala daerah terutama petahana yang menyalahgunakan wewenang dengan melakukan pergantian jabatan, mutasi dan lain sebagainya," ujar Bahtiar.

Oleh karena itu, Bahtiar meminta kepala daerah, terutama yang hendak kembali mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada 2020, benar-benar mematuhi SE ini. "Adapun objek larangan yang dimaksud dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah, melakukan pergantian (dalam hal ini hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan) pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri (pasal 71 ayat (2)," bebernya.

Akan tetapi, lanjut Bahtiar, larangan itu tidak berlaku jika pengisian jabatan dilakukan karena ada kekosongan jabatan. Hal ini semata dilakukan agar pelayanan publik tetap berjalan.

"Jangan pula karena Pilkada pelayanan berkurang kualitas. Kemendagri mengawal dan memastikan seluruh pelayanan publik tetap berjalan normal sebagaimana biasanya walaupun sedang berlangsung proses Pilkada," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook