SAAT INI, SASTRAWAN SUMBAR BERKUMPUL DI BUKITTINGGI

Malam Puisi Rose, Apresiasi Buat Penyair Rendah Hati

Nasional | Selasa, 10 Desember 2013 - 19:07 WIB

Malam Puisi Rose, Apresiasi Buat Penyair Rendah Hati
Cornelia-Aghata-membacakan-puisi-rose,-Apresiasi-dan-peluncuran-buku-Ombak-sekanak-dan-sebuah-memoar-Rose-kumpulan-puisi-dwi

Bukittinggi (RP) - Para sastrawan dan penyair Sumatera Barat, malam ini (10/12) berkumpul di Bukittinggi. Mereka beramah tamah bersama penyair Indonesia Rida K Liamsi yang baru saja meluncurkan buku kumpulan puisi dwi bahasa berjudul “Rose”. Seperti apa, ramah tamah bertajuk “Malam Puisi Rose” itu dikemas?

Sejak sepekan terakhir, tingkat kesibukan Yusrizal KW, 44, sungguh meningkat. Hampir setiap hari, warta­wan, sastrawan dan kritikus teater Indonesia itu menerima telepon dari sejumlah teman-temannya sastrawan yang bermukim di Sumbar, tentang kepastian acara ramah tamah sastra bersama penyair Indonesia Rida K Liamsi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

”Pokoknya, acara itu jadi. Undangan sudah dikirim,” ucap pengasuh rubrik STRES! Satiris dan Ekspresif Padang Ekspres Minggu (Riau Pos Grup) itu kepada penyair asal Payakumbuh Iyut Fitra, 45, yang menghubunginya di pengujung pekan lalu.

Selain dengan Iyut, Yusrizal KW juga intens berkomunikasi dengan sastrawan lain, seperti Papa Rusli Marzuki Saria, Gus tf Sakai, Darman Moenir, Haris Efendi Tahar, Adri Sandra, Upita Agustin, Sastri Yunizarti Bakri dan Esha Tegar Putra.

Para sastrawan tersebut, umumnya sangat antusias menunggu jadwal ramah tamah sastra bertajuk “Malam Puisi Rose” bersama penyair Rida K Liamsi di Hotel Rocky Bukittinggi, malam ini (10/12) mulai pukul 19.00 WIB itu.

“Hampir semua sastrawan dan penyair, mengapresiasi malam ramah tamah sastra ini,” kata Yusrizal KW yang di-back-up penuh oleh Ketua Panitia Pelaksana Malam Puisi Rose, Marah Suryanto.

Menurut Marah Suryanto yang juga General Manager Padang Ekspres, ramah-tamah sastra bertajuk “Malam Puisi Rose”, merupakan apresiasi bersama, terhadap terbitnya buku kumpulan puisi penyair Indonesia Rida K Liamsi berjudul “Rose”.

“Acara ini sesungguhnya juga merupakan silaturahmi antara Pak Rida K Liamsi, penyair Indonesia yang juga Chairman Riau Pos Group, dengan penyair dan sastrawan Sumbar, guna bertukar pikiran dan saling berbagi informasi,” kata Marah Suryanto.

Pria berperawakan tenang itu menambahkan, saat “Malam Puisi Rose” digelar, para sastrawan dan penyair Sumbar secara bergantian, akan membacakan puisi-puisi karangan Rida K Liamsi.

Bukan itu saja, Komunitas Seni Intro Payakumbuh juga akan mengemas puisi-puisi Rida K Liamsi, dalam bentuk musikalisasi yang diam-diam ternyata sudah mereka rekam.

“Musikalisasi puisi ini merupakan wujud penghormatan dan apresiasi kami dari Komunitas Seni Intro kepada Bapak Rida K Liamsi,” kata Iyut Fitra, penggiat Komunitas Seni Intro kepada Padang Ekspres, tadi malam.

Bagi penyair yang puisinya tertuang dalam buku “Musim Retak” dan “Dongeng-Dongeng Tua” itu, Rida K Liamsi adalah sosok penyair, penulis, wartawan yang sangat dikagumi.

Ini terjadi bukan karena Rida K Liamsi adalah Chairman Riau Pos Group, pimpinan perusahaan penerbitan yang menaungi sederet media massa besar di Tanah Air, tapi lebih disebabkan kreativitas Rida dalam berkesenian yang tidak ada matinya!

“Sungguh, suatu yang mengangumkan dan sekaligus mencengangkan, di antara banyak kesibukannya, Pak Rida masih menjaga intensitas menulis puisi. Sebuah pekerjaan yang tentu saja tidak tidak mudah,” komentar Iyut Fitra.

Senada dengan Iyut, penulis Indonesia Gustafrizal Busra atau lebih dikenal sebagai Gus tf Sakai, 48, yang sehari-hari berdomisili di Koto Nan Gadang, Payakumbuh, juga memberi apresiasi besar terhadap Rida K Liamsi.

Menurut sastrawan penerima penghargaan Sea Write Award dari Kerajaan Thailand dan Sastrawan Berdedikasi dari Harian Kompas itu, sosok Rida K Liamsi dengan karya-karyanya, layak menjadi teladan bagi para penulis di Indonesia.

Gus tf Sakai menyebut, dalam prinsip kepengarangan, ada jenis penulis yang merusak, yaitu orang-orang yang bicara atau menulis tentang kemanusiaan, tapi kehidupan mereka sehari-hari sangat berbeda, bahkan berlawanan dari apa yang mereka tulis.

“Dan menurut saya, Pak Rida tak seperti itu. Ia bahkan justru identik dengan seninya: rendah hati, peka, walau apa yang sudah dicapainya sekarang, sangat mungkin menjauhkan ia dari semua itu,” puji Gus tf Sakai yang sudah menulis 3 buku kumpulan puisi, 4 buku kumpulan cerpen, dan 6 judul novel.

Sastrawan pemegang rekor penulis syair dan pantun cerita terpanjang di Indonesia, Adri Sandra, 49, juga menaruh rasa hormat dan salut kepada Rida K Liamsi yang sebelumnya telah menulis buku kumpulan puisi berjudul “Tempuling” dan “Perjalanan Kelekatu”.

“Saya memandang Rida K Liamsi sebagai sastrawan yang tetap aktif, dalam kesibukannya yang begitu padat sebagai Chairman Riau Pos Group,” kata Adri Sandra di kediamannya, Padangjapang, Kabupaten Limapuluh Kota, kemarin senja.

Selain menilai sosok Rida K Liamsi sebagai seorang sastrawan yang konsisten dalam wilayah sastra, penulis syair “Hasan dan Fatimah” itu menyebut Rida dengan karya-karyanya, telah mencatat sejarah besar dalam peta sastra di Tanah Air.

“Tidak banyak, sosok yang begitu mencintai dan menjiwai sastra, sampai mendarah daging seperti sosok Rida K Liamsi. Bagi saya, Rida K Liamsi telah mencatat sejarah besar dalam khazanah sastra di Indonesia,” tutur Adri Sandra.

Sejak diluncurkan 12 Oktober lalu, acara “Malam Puisi Rose” juga sudah digelar di beberapa daerah. Rose sendiri adalah buku kumpulan puisi keempat karya lelaki kelahiran Dabo Singkep, Kepulauan Riau itu. Sebelum ini, Rida telah menerbit buku kumpulan sajaknya ODE X dalam bentuk stensilan, kemudian buku kumpulan puisi Tempuling, dan Perjalanan Kelekatu.

Dalam Rose ada 55 puisi yang ditulis lelaki kelahiran 17 Juli 1943 itu sejak 1970 hingga 2013. Puisi-puisi itu tampil dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Dari kumpulan puisi terbarunya tersebut, terlihat perkembangan kepenyairan Rida sejak ia pertama kali menyair hingga sekarang.

Hal tersebut diungkapkan penyair Soetardji Qalzoum Bachri yang memberi pengantar dalam buku tersebut. “Beberapa sajak-sajak Rida yang mutakhir, terasa bagi saya karya-karyanya semakin kuat. Bila pada sajak-sajak awalnya kadang ia kelihatan terpesona pada ungkapan dan larik milik para penyair lain, yang membikin saya agak terganggu dalam membaca karyanya, maka pada sajak-sajak mutakhir ungkapannya semakin khas personal, dalam dan indah, yang pada hemat saya menjadikannya sebagai salah satu penyair terbilang di negeri ini,” tulis penyair yang menyebut dirinya Presiden Penyair tersebut. (*/pdk/rpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook