MENYIKAPI KONTROVERSI SE GUBERNUR SOAL SIAGA GEMPA DAN TSUNAMI

Mendagri tak Beri Tenggat 30 Juni

Nasional | Rabu, 09 Mei 2012 - 10:57 WIB

Mendagri tak Beri Tenggat 30 Juni
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

PADANG (RP) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengakui dirinya mengeluarkan telegram 360/ 1521/ SJ, tertanggal 20 April 2012, yang ditujukan kepada seluruh gubernur di Indonesia, untuk meningkatkan kesiapsiagaan sistem peringatan dini gempa dan tsunami.

Hal tersebut dilakukannya untuk antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa dan tsunami, semua system sudah siap. Hal itu juga didasarkan kian meningkatnya intensitas gempa akibat pergerakan lempeng bumi di Samudera Hindia dan Pasifik.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Karena dalam sebulan ini sudah terjadi lebih dari 100 kali gempa di lempengan bumi Samudera Hindia dan Pasifik, maka saya meminta semua gubernur mengecek dan memastikan semua early warning system berfungsi," ujarnya kepada Padang Ekspres (Grup JPNN), kemarin.

Selain sistem peringatan dini, mantan Gubernur Sumbar itu juga mengingatkan agar petugas penanggulangan bencana juga dipastikan kepala daerah untuk tetap siaga. Demikian pula peralatannya.  "Itu semua dilakukan, untuk memastikan kesiapan sistem peringatan dini kita, guna meminimalisir korban jiwa jika sewaktu-waktu terjadi gempa dan tsunami," jelas Bupati Solok dua periode itu.

Namun, dia membantah jika di dalam surat yang dikirimkannya ke gubernur seluruh Indonesia memuat tenggat sampai 30 Juni 2012 seperti yang tercantum di dalam surat edaran (SE) Gubernur Sumbar.

"Surat yang saya kirim itu untuk semua daerah. Saya tidak buat batas waktu, karena sampai sekarang tidak ada orang atau teknologi yang tahu kapan akan terjadi gempa. Minta saja surat yang saya kirim itu ke pemda, silakan baca isinya," tegas Gamawan lewat ponselnya.

Dari penelusuran Padang Ekspres, ternyata memang di dalam surat mendagri itu tidak ada disebutkan instruksi kepada pemerintah kabupaten dan kota untuk memberlakukan Status Siaga Darurat Gempa Bumi dan Tsunami hingga akhir Juni 2012.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengeluarkan surat edaran, guna menindaklanjuti telegram mendagri. Isinya didasarkan pada kejadian gempa bumi 11 April 2012 di Barat Kepulauan Simeulue Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan kekuatan 8,5 SR, yang dikhawatirkan akan berdampak pada zona subduksi dan megathrust Kepulauan Mentawai, terutama pada "seismic gap" di wilayah Siberut Kepulauan Mentawai.

Gubernur kemudian meminta pemerintah kabupaten dan kota yang berpotensi gempa bumi dan tsunami agar membangun kesiapsiagaan di setiap jajaran Pemerintah Daerah sampai tingkat pemerintah kenagarian/ desa bersama Komunitas masyarakat, dengan melakukan langkah-langkah antisipasi berupa menyiapkan petugas menyiapkan petugas, peralatan dan fasilitas penanggulangan bencana lainnya serta meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat sesuai ancaman bencana.

Selain itu, gubernur juga minta pemerintah kabupaten dan kota perlu mempertimbangkan pemberlakuan Status Siaga Darurat Gempa Bumi dan Tsunami, khususnya wilayah sepanjang pesisir pantai di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat hingga akhir Juni 2012.

Surat tersebut kemudian menuai kontroversi. Sebagian warga di sejumlah daerah resah. Pengamat Gempa dari Universitas Andalas Padang Badrul Mustafa Kamal dan Pakar gempa dari Kyoto University, Rusnardi Rahmat pun kemudian menilai surat itu seperti ramalan saja, karena memuat tenggat sampai akhir Juni 2012. Dengan begitu, masyarakat awam menjadi berpikiran, pemerintah mengingatkan itu karena dalam rentang sekarang Juni akan terjadi gempa besar dan tsunami.

"Bagaimana jika setelah 30 Juni baru terjadi gempa dan tsunami, apakah kita tidak siaga lagi" Jadi, kita harus siaga bukan sampai 30 Juni saja, tapi sepanjang waktu, karena daerah kita memang memiliki potensi gempa dan tsunami," jelasnya ketika berdiskusi di Padang Ekspres (7/5).

Di samping itu, baik Badrul maupun Rusnardi meyakini gempa yang terjadi di Simeulue Aceh  11 April lalu diyakini tidak memicu reaksi gempa yang bakal terjadi di megathrust (daerah zona subduksi gempa besar) di Kepulauan Mentawai. "Jarak dan mekanismenya beda jauh," kata Rusnardi yang juga dosen Teknil Sipil UNP itu. (esg/ayu/san)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook