SURABAYA (RIAUPOS.CO) - Setelah luput dari dua kali plot teror, Surabaya menjadi korban aksi terorisme, Ahad (13/5) pagi. Yang membuat geleng-geleng kepala, pelakunya satu keluarga penuh. Termasuk tiga anak di bawah umur yang berusia 16, 12, dan 8 tahun. Juga, satu pemuda berusia 18 tahun.
Polisi yakin keluarga itu hanya pengantin. Masih ada perancang bom dan otak serangan yang masih diburu. Perancang bom tersebut patut dicari. Sebab, rancangannya jauh lebih baik ketimbang yang pernah dipakai dalam serangan teror dalam waktu 10 tahun terakhir. Kepastian soal identitas pelaku disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di RS Bhayangkara, kemarin.
”Satu keluarga. Bapaknya bernama Dita Oeprianto,” katanya. Menurut Tito, Dita adalah Ketua Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Surabaya.
”Dita ini otaknya, yang mengorbankan istri dan empat anaknya sekaligus,” imbuh orang nomor satu di jajaran kepolisian tersebut. Hasil rekonstruksi kejadian menunjukkan cerita yang cukup sulit dipercaya. Dari rumahnya di Wonorejo, keluarga itu berpisah dengan dua kendaraan. Awalnya, mobil Avanza yang dinaiki Dita bersama sang istri Puji Kuswati dan dua anaknya yang paling kecil, berusia 8 dan 12 tahun.
Sementara itu, kendaraan satu lagi adalah sepeda motor yang dikendarai anak pertamanya, Yusuf Fadhil (18) dan Firman Halim (16).
”Yang sepeda motor langsung mengarah ke Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) di Ngagel,” lanjut Tito.
Cerita selanjutnya terlihat dalam rekaman CCTV yang viral. Yusuf langsung mengarahkan sepeda motornya masuk ke tempat parkir gereja yang sedang lumayan ramai orang beribadah. Bom pangku yang dipegang Firman pun meledak. Khoiruddin, saksi di SMTB, mengungkapkan bahwa ledakan yang terjadi berdentum keras. Getarannya juga kuat. Bahkan, mengakibatkan kerusakan di sejumlah atap warung miliknya. ”Itu lihat, ambuk plafonnya,” kata dia sambil menunjuk plafon di sisi selatan warung miliknya.