JAKARTA (RIAUPO.CO)– Harusnya pesawat Sriwijaya Air yang akan membawa Afrida ke Lampung terbang pukul 10.15 kemarin (7/11). Tapi, kemudian ada notifikasi bahwa jadwal dimajukan jadi pukul 06.45.
’’Setiba di sini (Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten) ternyata di-delay,’’ kata perempuan 28 tahun tersebut ketika ditemui Jawa Pos sekitar pukul 16.00 kemarin.
Yang membuatnya kesal, tak ada keterangan mengenai penyebab delay penerbangannya. ”Dijanjiin jam 10, terus katanya jam 12, masih belum juga. Kalau memang tidak benar, ya sudah, bilang. Kami cari yang lain,” ungkapnya sambil berkacak pinggang setelah beberapa jam telantar di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).
Afrida hanyalah satu di antara ratusan calon penumpang Sriwijaya Air yang kesal dan meradang di Terminal 2D, Gate D2, Bandara Soetta, kemarin. Mereka mengamuk karena pesawat yang akan ditumpangi delay berjam-jam.
Total dari 21 jadwal penerbangan Sriwijaya Air sepanjang hari kemarin melalui Soetta, 18 penerbangan mengalami penundaan. Jadilah pada pukul 12.00, gate D2 tampak penuh sesak.
Di antaranya, penerbangan SJ-088 rute Jakarta–Lampung , SJ-186 (Jakarta–Pontianak), dan SJ-248 (Jakarta–Malang).
Yatimun, penumpang lain, bahkan sampai menggebrak meja resepsionis di gate D2. Dia marah karena hingga siang hak-hak penumpang tujuan Pontianak belum juga diberikan.
Puluhan penumpang belum mendapat makanan. Padahal, mereka sudah telantar berjam-jam. Yatimun sendiri harusnya sudah boarding sejak pukul 10.25. ”Tadi janjinya apa? Jam berapa kami diterbangkan? Ini juga gak dikasih makan. Saya tahu aturannya (kompensasi delay, Red),” ujarnya sambil menunjuk wajah para pegawai Sriwijaya Air.
Aulia Putri, 23, tak kalah kecewanya. Penerbangannya menuju Malang, Jawa Timur, harus di-cancel 15 menit sebelum boarding pukul 12.40. Kesalnya lagi, tak ada pemberitahuan apa pun. Hanya keterangan cancel alias pembatalan di papan pengumuman bagian depan. ”Itu pun tadi gak dari petugas tahunya,” ujarnya.
Hak untuk mendapat kompensasi keterlambatan penerbangan juga tak jelas. Hingga pukul 18.00, Aulia belum mendapat makanan berat. Padahal, sesuai peraturan, jika ada penundaan 121-180 menit, penumpang harus mendapat kompensasi berupa minuman dan makanan berat.
Manajemen delay Sriwijaya Air terbilang agak lelet. Penumpang tujuan Lampung baru mendapat kompensasi makanan setelah sore. Begitu pula penumpang tujuan Pontianak. Sementara itu, penumpang tujuan Malang harus menahan lapar sampai pukul 19.00.
Eko Sulistyo, petugas jaga Sriwijaya Air, menjelaskan, makanan memang bertahap karena harus dipesan lebih dulu. Begitu pula tuntutan kompensasi berupa uang ganti rugi. Penumpang berhak menerima Rp 300 ribu per orang jika penerbangannya telat sampai empat jam.
Janji itu pun terpenuhi. Pukul 16.41, uang kompensasi dicairkan. Namun, tidak dalam bentuk tunai, melainkan voucher. ”Nanti bisa ditukarkan ke Bank Mandiri ya Pak, Bu,” ujar Eko menjelaskan.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, GM Sriwijaya Air Soekarno-Hatta Taufik Sabar menjelaskan, ada sekitar 18 penerbangan yang terpaksa delay kemarin. Dia bungkam soal penyebabnya, termasuk dugaan penghentian sejumlah fasilitas oleh Garuda Indonesia karena gagal negosiasi kerja sama. ”Dari 21, 18 delay. Gak ada yang cancel,” jelasnya.
Soal kompensasi, Taufik menyatakan, tidak mudah untuk menyiapkan makanan bagi ribuan orang dalam waktu bersamaan. Apalagi, pihaknya tak memberikan makanan sembarangan, tapi dengan standar yang baik.
Chaos sedikit mereda ketika beranjak petang. Pada pukul 19.00, meja resepsionis di gate D2 sudah agak lowong. Banyak yang memutuskan untuk refund. Meski, ada beberapa penumpang yang terlihat mondar-mandir memastikan penerbangan mereka.
Berdasar data yang dihimpun, sampai pukul 18.00, masih ada 900 orang yang belum diberangkatkan. Mereka sudah dijadwalkan kembali untuk terbang pada hari yang sama dalam 10 penerbangan.
Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai, yang dialami calon penumpang Sriwijaya Air tersebut merupakan dampak hubungan panas dingin dengan Garuda Indonesia. Menurut dia, regulator penerbangan nasional harus segera mengumumkan status operasional Sriwijaya Air.
”Apakah masih layak, baik secara keselamatan maupun bisnis dan layanannya, atau sebaliknya sudah tidak layak dan harus dihentikan layanan penerbangannya sampai dinyatakan layak kembali,” tuturnya kemarin.
Kemarin manajemen Garuda Indonesia memberikan keterangan. Dijelaskan, saat ini posisi Garuda Indonesia dan Sriwijaya sebatas pada hubungan business-to-business. Tanggung jawab Sriwijaya Air kepada lessor alias pemberi sewa pesawat menjadi tanggung jawab Sriwijaya sendiri.
VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk M. Ikhsan Rosan mengungkapkan, pihaknya sedang berdiskusi dan bernegosiasi dengan pemegang saham Sriwijaya. Yang dibahas adalah penyelesaian kewajiban dan utang-utang Sriwijaya kepada BUMN seperti BNI, Pertamina, GMF, dan Gapura Angkasa.
Sebelumnya, beredar pernyataan Direktur Pemeliharaan dan Layanan PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Iwan Joeniarto bahwa Sriwijaya Air tidak akan lagi menjadi anggota Garuda Indonesia Group.
Iwan menjelaskan, sebelumnya Sriwijaya Air Group beroperasi di bawah Garuda Indonesia Group. Itu merujuk pada status kerja sama manajemen antara PT Sriwijaya Air dan PT Citilink Indonesia anggota Garuda Indonesia Group. ”Karena keadaan dan beberapa hal yang belum diselesaikan kedua belah pihak, dengan menyesal kami memberi tahu Anda bahwa Sriwijaya sedang melanjutkan bisnis sendiri,” tulis Iwan.
Editor : Deslina
sumber: jawapos.co