Penentuan Kabareskrim Baru Harus Bebas dari Intervensi Elite

Nasional | Jumat, 08 November 2019 - 02:05 WIB

Penentuan Kabareskrim Baru Harus Bebas dari Intervensi Elite
Diskusi bertajuk "Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru" yang digagas Institute Demokrasi dan Keamanan, di Jakarta, Kamis (7/11). Foto: dok pribadi for JPNN

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pengamat pertahanan dan keamanan Mufti Makarim mengatakan pengisian jabatan di institusi Polri, termasuk posisi Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) harus menggunakan merit sistem. Menurutnya, tanpa adanya merit sistem maka personel Polri tidak akan lagi memikirkan karier melalui pendidikan dan pengabdian yang profesional.

“Tidak lagi menjalani karier dengan pengabdian yang profesional tetapi dia akan mencari akses kepada penguasa untuk bisa menempati jabatan. Itu tidak sehat," kata Mufti saat diskusi bertajuk “Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru” yang digagas Institute Demokrasi dan Keamanan, Kamis (7/11) di Jakarta.


Dia meminta elite politik tidak mengintervensi penentuan sosok Kabareskrim Polri yang akan dipilih. Menurut dia, pemerintah atau kalangan elite harus memahami bahwa sudah menjadi tugas bersama untuk menjaga merit sistem di internal kepolisian ini. "Jangan hanya karena mencari siapa yang disukai, lalu merusak apa yang sudah baik di dalam sistem ini," ujar Mufti.

Selain merit sistem, lanjut Mufti, faktor lain yang tidak kalah penting adalah mengedepankan senioritas yang berpengalaman sesuai jenjang karier. Menurut dia, hal ini sangat vital untuk mengukur kemampuan beradaptasi terhadap persoalan yang ada, serta pengalaman membangun komunikasi di masyarakat.

“Kalau polisi tidak punya koneksi yang positif dengan masyarakat tentunya akan ada hambatan dalam pelaksanaan tugas sebagai Kabareskrim ke depan," ujarnya.

Mufti juga menanggapi soal kemungkinan terjadinya resistensi kalau pemilihan Kabareskrim Polri penuh muatan politik. Dia mengatakan bahwa seorang anggota Polri yang bisa sampai pada pangkat dan jabatan tertentu, tentu telah menempuh proses-proses dan syarat dasar yang harus dipenuhi.

Lantas, kata dia, bisa dibayangkan kalau ada orang yang dianggap tidak melewati proses berdarah-darah atau ketat, tetapi karena ada campur tangan kekuasaan, akhirnya terpilih menempati jabatan tertentu.

“Maka bisa dibayangkan kenyamanan dalam bekerja, kepatuhan dan ketaatan apalagi kalau sampai menyangkut angkatan. Kalau tidak solid di internal, ada faksi-faksi, konflik, kerugiannya adalah terhadap institusi dan pelayanan masyarakat secara umum,” katanya.

Sementara, Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengingatkan, kepolisian saat ini harus betul-betul menjaga dan menerapkan merit sistem dan menghindari intervensi politik yang bisa merusak kinerja Korps Bhayangkara.

“Yang dipertaruhkan adalah masalah trust jika intervensi politik masuk terlalu jauh,” ujarnya dalam kesempatan tersebut. Dia mencontohkan dalam pemilihan Kabareskrim misalnya, jangan sampai mengutamakan factor kedekatan dan pertemanan. “Jadi, harus dengan merit sistem,” tegasnya.

Menurut dia, tantangan kepolisian ke depan adalah bagaimana mendorong kembali reformasi Polri terhadap perubahan dan dinamika sosiak, hukum, dan ekonomi yang demikian cepat. Dia mengatakan, dalam agenda reformasi Polri, masih banyak catatan-catatan. Apalagi, ujar dia, selama ini citra Polri sebagai institusi banyak mendapat sorotan.

"Terkait dengan peristiwa politik belakangan ini polisi banyak catatan negatif, misalnya penanganan soal keamanan dan ketertiban publik seperti unjuk rasa. Itu tantangan bagi kepolisian bagaimana mendorong kembali reformasi kepolisian terhadap perubahan dinamika perubahan sosial, hukum, ekonomi yang demikian cepat,” katanya.

Wakil Koordinator KontraS Feri Kusuma menjelaskan, merit sistem di tubuh Polri terutama di jabatan-jabatan strategis seperti Kabareskrim, Kapolda, ataupun Kapolres, memang mutlak harus dilakukan.

"Merit sistem penting untuk penempatan jabatan strategis di kepolisian. Tidak hanya kabareskrim, tapi juga hingga penunjukkan Kapolda dan Kapolres-Kapolres," kata Feri di kesempatan itu.

Apalagi, kata dia, pekerjaan kepolisian bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kalau mengabaikan hal ini, maka dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja kepolisian. Semua ini berhubungan dengan kinerja kepolisian terkait dengan penegakkan hukum.

“Tugas mereka sangat dekat dengan rakyat. Bareskrim ujung tombak penegakan hukum, harus orang yang tepat dan punya kemampuan dan mau menggunakan pendekatan preventif. Orang yang sudah teruji dan jangan diisi orang-orang yang tidak tepat," kata Feri. (boy/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook