Gempa Aceh: Korban Meninggal Capai 40 Jiwa

Nasional | Senin, 08 Juli 2013 - 09:10 WIB

JAKARTA (RP) - Satu per satu korban gempa di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah, Provinsi Aceh yang sebelumnya dinyatakan hilang mulai ditemukan.

Sesuai perkiraan, rata-rata mereka tertimbun longsor di kawasan perbukitan. Perasaan lega bercampur duka pun tampak di wajah keluarga para korban yang berhasil ditemukan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sesuai rilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal yang ditemukan di kedua kabupaten hingga Ahad (7/6) mencapai 40 orang. Data terakhir menunjukkan, korban terbanyak merupakan warga Aceh Tengah, yakni 31 orang. Sisanya warga Bener Meriah.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, dampak bencana di Aceh Tengah memang lebih parah dibandingkan di Bener Meriah.

Tidak heran, banyak korban berasal dari sana. “Di Aceh Tengah, ada 232 desa dari total 352 desa di kabupaten tersebut yang terdampak langsung gempa,” terangnya. Kondisi itu berbeda dengan Bener Meriah di mana “hanya” delapan dari 233 desa yang terdampak langsung gempa.

Selain itu, data terakhir korban luka-luka hingga kemarin mencapai 2.425 orang. Data tersebut didapat dari seluruh RS di Aceh Tengah, Bener Meriah, Lhokseumawe, dan Banda Aceh yang menjadi rujukan korban gempa. 63 orang di antara mereka masih menjalani rawat inap karena terluka parah.

Di samping itu, jumlah rumah rusak mencapai 15.919 unit ditambah 623 unit fasilitas umum yang juga mengalami kerusakan.    

Sutopo mengatakan, saat ini logistik yang paling dibutuhkan 22.125 orang pengungsi adalah tenda dan selimut. Untuk stok makanan, pihaknya menjamin aman hingga beberapa hari ke depan.

“Tenda dan selimut dibutuhkan karena daerahnya pegunungan yang pada malam hari suhu mencapai 14 derajat celcius,” lanjut alumnus UGM itu.

Seluruh korban meninggal diputuskan untuk tidak dimakamkan secara massal. Atas permintaan pihak keluarga, prosesi pemakaman dilakukan sendiri oleh kerabat korban. Saat ini, sebagian besar korban meninggal telah dikebumikan di beberapa pemakaman yang tersebar di dua kabupaten tersebut.

Sekitar 2.000 petugas dan relawan dikerahkan untuk melayani para pengungsi dan ikut mencari korban yang hilang. Sampai saat ini, enam orang masih dinyatakan hilang, diduga berada di bawah longsoran tanah yang belum tersentuh oleh alat berat.

Sutopo menambahkan, besok (9/7) merupakan hari terakhir masa tanggap darurat yang ditetapkan oleh pemda kedua kabupaten.

Pada hari itu pihaknya akan mengevaluasi apakah kondisi para korban, pengungsi, maupun situasi di lapangan sudah memungkinkan untuk masuk masa rehabilitasi. “Kalau belum memungkinkan, masa tanggap darurat bisa diperpanjang,” tambahnya.

Sementara itu, BMKG kemarin menginformasikan jika terjadi gempa dengan kekuatan 5 SR di barat daya pulau Sumatera. Gempa berpusat di Samudera Hindia, sekitar 125 kilometer barat daya Lampung Barat di kedalaman 10 kilometer. Gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.

Ika dan Desa Gempong Seurempah yang Rata dengan Tanah

Desa Gempong Seurempah, Kabupaten Takengon salah satu pemukiman penduduknya rata dengan tanah pada gempa hari pertama, Selasa (2/7).

Rumah-rumah penduduk yang berada diatas bukit, amblas ke jurang arah Sungai Bah. Belum dipastikan berapa jumlah rumah yang amblas serta korban jiwa ditempat tersebut.

Namun Ika salah satu yang mengalami duka mendalam. Gadis kecil siswa MTSN ini kehilangan Bapaknya Berkat dan Adiknya Khairul Erwan.

Sesekali Ika melihat jauh ke depan (di desanya) yang kini telah berubah menjadi jurang. ‘’Bapak ku lagi buat bubu (penangkap ikan dari bambu, red) di sungai saat gempa pertama terjadi,’’ katanya menjawab RPG, Sabtu (5/7) sore di gampong Seurempah.

Mengenakan baju bermotif kembang, Ika tanpa menyerah berdiri di sisi jurang sejak Ahad (7/7). Dan, pelajar berwajah manis ini tetap lancar menjawab RPG, kendati disekelilingnya banyak warga Takengon yang datang ingin melihat langsung bagaimana kondisi sebenarnya gampong Seurempah saat ini.

‘’Rumah-rumah yang ada disana semua runtuh ke sungai pada gempa pertama terjadi,’’ ujarnya sembari mengatakan saat gempa Ika bersama ibu dan saudara lainnya langsung naik bukit yang kebetulan berada di belakang rumahnya.

Fenomena lain, hingga kemarin, semakin banyak anak-anak di sisi jalan menegadah tangan untuk meminta belas kasihan dari setiap pelintas.

Ketika wartawan RPG bertanya kenapa mesti meminta-minta? YUdi dan Adi berusia antara 6 sampai 8 tahun mengaku tidak mendapatkan uang jajan.

‘’Kami tidak punya uang lagi,’’ kata mereka berdua dan dibenarkan tiga rekan lainnya yang berdiri di depan bangunan rumah hancur dilantak gempa.

Tidak dikira, Bupati Aceh Tengah Nasaruddin, yang mencoba melintas ke lokasi Blang Mancung, dari jalan Simpang Balek, ditengah jalan sempat memanggil seorang tua yang meminta-minta dengan membawa sebuah karton.

Bupati Nasaruddin tak ingin warganya harus mengemis-ngemis.(byu/jpnn/rpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook